Skip to main content

Posts

Showing posts from July, 2022

Makna Peringatan Tahun Baru Islam di Aceh dengan Masak Bubur Asyura

  Makna Peringatan Tahun Baru Islam di Aceh dengan Masak Bubur Asyura   Perayaan Tahun Baru Islam memiliki tradisi masing-masing di beberapa daerah Indonesia, termasuk di Nanggroe Aceh Darussalam. Provinsi paling barat di wilayah Indonesia ini memang memiliki kultur yang kental dengan budaya Islami, tak heran, jika dilihat dari sejarahnya Aceh merupakan wilayah dengan kerajaan bercorak Islam pertama di Nusantara, seperti Kerajaan Peurlak, Samudera Pasai, dan Aceh Darussalam. Hal ini pulalah yang membuat Nanggroe Aceh Darussalam dijuluki sebagai Serambi Makkah Indonesia. Setiap perayaan Islam digelar dengan meriah di Aceh, termasuk dalam menyambut Tahun Baru Islam di bulan Muharam setiap tahunnya. Bulan Muharam merupakan bulan pertama dalam kalender Hijriyah dan dianggap bulan yang penting, karena ada beberapa peristiwa sejarah yang terjadi, mulai dari diturunkannya Nabi Adam As ke bumi di bulan Muharam, awal hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah, penetapan kalender hijr

Bangsawan Aceh dan Cerita Hilangnya ‘Syariat Islam’ di Teks Pancasila

  Bangsawan Aceh dan Cerita Hilangnya ‘Syariat Islam’ di Teks Pancasila   by   Atjeh Watch Mr. Teuku Mohammad Hasan (1906-1997). Sumber: Repro "Mr. Teuku Mohammad Hasan: Gubernur Sumatera, dari Aceh ke Pemersatu Bangsa" MOHAMMAD HATTA, wakil ketua PPKI kepayahan menghadapi lawan debatnya, Ki Bagus Hadikusumo, Menjelang sidang PPKI, ulama Muhammadiyah dari Yogyakarta itu bersikukuh agar dalam rancangan mukadimah Undang-Undang Dasar, dan Pasal 29, Ayat 1, ditambahkan kalimat, “Dengan kewajiban melaksanakan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, sebagaimana isi Piagam Jakarta. Dengan kata lain, Ki Bagus menghendaki sistem negara bercorak agama (baca:Islam). “Karena begitu serius rupanya, esok paginya, tanggal 18 Agustus 1945, sebelum sidang Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimedjo dan Teuku Hasan dari Sumatera mengadakan rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah itu,” tutur Bung Hatta dalam otobiografinya Untuk Negeriku: Me

Penyebab Sejarah Pemberontakan DI-TII Daud Beureueh di Aceh

  Penyebab Sejarah Pemberontakan DI-TII Daud Beureueh di Aceh Selain di Jawa Barat dan Jawa Tengah, sejarah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) juga pernah terjadi di Aceh pasca-kemerdekaan Republik Indonesia. Gerakan DI/TII di tanah rencong pada 1953-1962 dimotori oleh Teungku Daud Beureueh. Daud Beureueh adalah sosok ulama yang pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh. Dikutip dari Ulama Aceh dalam perspektif sejarah (1983:92) karya Ismuha, tanggal 1 Januari 1950, Daud Beureueh resmi menjabat Gubernur Aceh sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS). RIS merupakan konsep kenegaraan yang diputuskan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tanggal 23 Agustus-2 November 1949 yang berujung pada pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada akhir tahun 1949. Beberapa bulan setelah itu, RIS diubah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni pada Mei 1950. NKRI menaungi 10 provinsi berdasarkan Peraturan Pemerintah No.21 Tahun

Inong Balee, Para Pejuang Perempuan dalam Lintasan Sejarah Aceh

  Inong Balee, Para Pejuang Perempuan dalam Lintasan Sejarah Aceh Historiografi perempuan Aceh menempatkan inong balee sebagai ikon perlawanan perempuan. Secara harfiah, ia merujuk pada janda atau perempuan yang kehilangan suaminya akibat konflik. Dalam sejarah Aceh, ia juga merujuk pada tentara perempuan abad ke-17. Inong balee dinarasikan sebagai simbol kekuatan militer, politik, dan kultural. Pada abad ke-16, simbol militer dan politik diwujudkan dalam aksi perlawanan dan diplomasi melawan Portugis. Sedangkan, simbol kultural mengkristal dalam pewarisan keberanian pejuang perempuan pada masa perang melawan Belanda sepanjang 1873-1912. Representasi atau personifikasi yang terkenal dari inong balee yang paling terkenal adalah Laksamana Keumalahayati. Gelar Laksamana yang disandangnya menguatkan posisi Keumalahayati, bukan hanya sebagai pejuang, tetapi juga sebagai pemimpin. Masyarakat Aceh menempatkan Keumalahayati sebagai pahlawan—pada November 2017, Presiden Joko Widodo pun me

8 Februari 1904; Sejarah Kelam Belanda Bantai Warga Gayo

  8 Februari 1904; Sejarah Kelam Belanda Bantai Warga Gayo   by   Atjeh Watch     e Lheue di Banda Aceh siang itu mendadak riuh. Tiga kapal Belanda berukuran besar merapat, membawa ratusan orang yang diangkut Tak kurang dari 10 orang perwira, 13 bintara, serta ahli geologi dan tenaga medis berkebangsaan Eropa turut dalam rombongan tersebut. Itu termasuk 473 orang mandor, puluhan kuli paksa, penunjuk jalan, serta 208 anggota Marsose alias Korps Marechaussee te Voet, satuan militer yang bernaung di bawah Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) alias Tentara Kerajaan Hindia Belanda. Sebagian besar anggota Marsose berasal dari orang lokal. Mereka adalah para pemuda dari Jawa hingga Maluku untuk dijadikan sebagai prajurit kolonial, termasuk menjalankan misi penting di Tanah Rencong. Kala itu, 8 Februari 1904, tepat hari ini 116 tahun lalu, Belanda memulai operasi militer untuk mengakhiri Perang Aceh yang telah berlangsung selama tiga dekade sekaligus menangkap Cut Nyak Dien yang masih m

Mengingat 126 Tahun Kematian Tragis Meninggal Teuku Nyak Makam

  Mengingat 126 Tahun Kematian Tragis Meninggal Teuku Nyak Makam   by   Atjeh Watch Faceboo Jakarta – Saat itu, sebagian besar wilayah Aceh ingin dikuasai oleh Belanda yang sedang menanti kesempatan dan mewujudkan niat jahatnya itu. Namun, niat jahat Belanda ini dengan cepat diketahui oleh Sultan Ibrahim Mansyursyah (1838-1870), Sultan Aceh terbesar di abad ke-19. Akibatnya, Sultan pun meminta bantuan kepada seluruh warga Aceh, mulai dari orang biasa sampai para petinggi. Salah satunya adalah Panglima Teuku Nyak Makam. Setelah Sultan melihat prestasi yang berhasil dicapai dalam berpolitik, cerdik memikirkan strategi militer, dan memiliki kepemimpinan yang bagus, barulah Teuku Nyak Makam diangkat menjadi Mudabbiru syarqiah, yaitu penegak kedaulatan Aceh di bagian timur dan sebagai Panglima Mandala Kerajaan Aceh di Sumatera Timur dan Aceh Timur dengan wakilnya Teuku Nyak Muhammad (Nyak Mamad) dari Peureulak. Dengan pengangkatan dan kemampuan cerdiknya dalam berperang, membuat Belanda mem

Budaya Melayu Masih Melekat di Aceh

  Budaya Melayu Masih Melekat di Aceh   Budaya Melayu yang bernafaskan ajaran Islam dinilai masih melekat dalam kehidupan masyarakat di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). "Saya melihat budaya di Aceh masih memegang erat ajaran Islam yang telah ada sejak dulu," kata Ibrahim Liu salah seorang peserta Pekan Peradaban Melayu Raya asal Cina, di Banda Aceh, Jumat. Sebanyak 13 negara anggota Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) di antaranya Malaysia, Singapura, Cina dan Brunei Darussalam serta 18 provinsi di Indonesia ikut dalam Pekan Peradaban Melayu Raya. Kegiatan tersebut digelar selama sepekan sejak 20-25 Agustus 2008 di Banda Aceh. Selain seminar, kegiatan disisi dengan pameran ragam budaya Melayu dan atraksi kesenian. Ibrahim mengaku mengetahui dan mempelajari budaya serta sejarah Aceh yang telah memegang ajaran Islam terutama sejak berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama di Asia Tenggara dengan raja pertamanya Sultan Alaidin Saiyid Maulana Abdul Aziz Syah. Di samping

Mengapa Belanda Mengirim Dr. Snouck Hurgronje ke Aceh?

  Mengapa Belanda Mengirim Dr. Snouck Hurgronje ke Aceh? Selama menjajah Indonesia, Perang Aceh (1873-1904) menjadi salah satu pergolakan tersulit dan terlama yang pernah dihadapi Belanda. Setelah dua dekade lebih tidak mendapatkan hasil yang diinginkan, Belanda memutuskan untuk mengubah strategi. Belanda akhirnya mengirim Dr. Snouck Hurgronje. Dr. Snouck Hurgronje ditugasi oleh Belanda untuk memenangkan Perang Aceh dengan cara menjalin hubungan yang harmonis dengan rakyat Aceh. Tugas Dr. Snouck Hurgronje di Aceh Untuk menaklukkan Aceh, Belanda akhirnya menempuh jalan dengan mencari rahasia kekuatan masyarakatnya, terutama yang menyangkut kehidupan sosial-budayanya. Tokoh yang dikirim oleh Belanda untuk menyelidiki tata negara Aceh agar diketahui kelemahan rakyat Aceh adalah Dr. Snouck Hurgronje. Dr. Snouck Hurgronje adalah orientalis ternama berkebangsaan Belanda yang paham tentang agama Islam dan mempunyai pengalaman bergaul dengan orang-orang Aceh selama di Mekah. Dr. Snouck H

Cerita Tipu-tipu Aceh Demi Indonesia

  Cerita Tipu-tipu Aceh Demi Indonesia   by   Atjeh Watch   R edaksi koran Semangat Merdeka bergambar bersama-sama di depan kantornya. Foto: repro buku "Semangat Merdeka A. Hasjmy." Facebook Twitter WhatsApp Line Telegram Email Sambung KETIKA tentara Jepang datang di Aceh, orang-orang Ambon tentara KNIL (Tentara Kerajaan Hindia Belanda) melarikan diri dan berbaur dengan masyarakat. Setelah Jepang kalah, mereka keluar dari persembunyiannya. Mereka yang ditawan Jepang dibebaskan. Mereka berharap Belanda akan kembali dan menerima mereka lagi menjadi serdadu KNIL. Menurut A. Hasjmy dalam Semangat Merdeka, jumlah mereka cukup banyak di seluruh Aceh. Kalau mereka merindukan kembalinya Belanda akan melemahkan Republik di Aceh. Melihat kenyataan demikian, anggota IPI (Ikatan Pemuda Indonesia) antara lain Azhar Azis, Ghazali Yunus, Teuku Alibasyah Talsya dan seorang pemuda PTT, membuat “kawat palsu” yang seakan-akan datang dari Gubernur Maluku, Dr. Latuharhary. Kawat palsu tersebut be