Nama aslinya adalah Ghaziyah bintu Jabir bin
Hakim ad-Dausiyyah, atau lebih dikenal dengan gelar Ummu Syuraik. Ia adalah
salah seorang wanita Quraisy yang berasal dari kabilah Ghathafan yang sangat
disegani oleh bangsa arab kala itu. Ia adalah istri Abul Akr ad-Dausi.
Ketika cahaya iman
mulai menerangi Makkah, dan sudah mulai terdengar pula kenabian baru oleh Ummu
Syuraik, maka ia yang merasa tertarik dengan dakwah Rasulullah tersebut segera
mencari tau dan terus mengikuti perkembangan yang ada. Tak lama, ia pun
bergabung dalam bahtera iman bersama orang-orang terdahulu yang masuk Islam. Ia
ikrarkan keislamannya di hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alihi
wasallam.
Tantangan
Di Medan Perang
Wanita ini
mempunyai andil besar dalam dakwah, terutama pada awal masa kemunculannya.
Kecintaan dan keimanan yang membaja membuat Ummu Syuraik membaktikan hidupnya
untuk mengibarkan panji-panji Islam. Keadaan dirinya yang hanya seorang
perempuan tidak membuatnya terkungkung dan terhalang dalam dakwah, bahkan hal
itu menjadi keuntungan baginya.
Dalam kesehariannya
yang selalu bergaul, bertemu atau sengaja mengunjungi teman-teman wanitanya ke
rumah mereka, diam-diam ia menyelipkan misi dakwahnya dengan halus. Ia mengajak
wanita-wanita Quraisy untuk masuk Islam.
Ummu Syuraik
menjalankan dakwahnya penuh semangat tanpa mengenal lelah, meski nanti akan
mendapatkan resiko yang sangat besar, terutama dari pemuka-pemuka Quraisy yang
sangat anti terhadap dakwah Islam. Namun, apapun yang dia hadapi, ia rela
mempertaruhkan nyawa dan semua yang ia miliki demi dakwah dan kebenaran.
Ancaman siksaan dan intimiasi terhadap keselamatan jiwa dan harta tak membuat
Ummu Syuraik mundur dari medan dakwah. Baginya, iman bukanlah sekadar kalimat
yang diucapkan lisan, tetapi pada hakikatnya iman memiliki konsekuensi, amanah
yang mengandung kesabaran.
Demikianlah, hanya
dalam beberapa bulan saja ia berdakwah, banyak sekali wanita Quraisy yang masuk
Islam, sehingga dakwahnya itu tidak menjadi rahasia lagi di kalangan wanita.
Ketika seorang laki-laki mendengar adik perempuannya telah masuk Islam, iapun
memarahinya, sang adik menjawab, “Kenapa engkau memarahiku, tidakkah engkau
tahu bahwa istimu juga telah masuk Islam?!”
Akhirnya gerakan
Ummu Syuraik pun tercium oleh penduduk Makkah. Ia lalu ditangkap oleh kafir
Quraisy. Lalu mereka berkata, “Kalaulah bukan karena kaummu, niscaya kami akan
berbuat sesuka hati kepadamu atau langsung memenggal kepalamu. Akan tetapi kami
akan menyerahkanmu kepada mereka.”
Ketika Ummu Syuraik
ditangkap, suaminya tidak ada bersamanya. Suaminya yang bernama Abul Akr telah
memeluk Islam sebelumnya dan ikut hijrah bersama Abu Hurairah dan beberapa
orang dari suku Daus. Ia mengisahkan penangkapan yang dilakukan penduduk Makkah
atas dirinya, “Maka datanglah keluarga Abu al-Akr, yakni keluarga suamiku,
kepadaku. Kemudinn berkata, ‘Jangan-jangan engkau telah masuk ke dalam agama
(Muhammad)?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku telah masuk agama Muhammad.’ Mereka
berkata, ‘Demi Allah, kami akan menyiksamu dengan siksaan yang berat!’ Mereka
pun membawaku pergi dari tempat tinggalku. Waktu itu kami berada di Dzil
Khalashah -suatu tempat di Shan’a (ibukota Yaman).
Mera membawaku menuju suatu tempat.”
Bantuan
Allah pun Datang
Ummu Syuraik
melanjutkan, “Mereka menaikkanku ke atas unta yang kasar tanpa pelana, kemudian
mereka meninggalkanku tiga hari tiga malam tanpa makan dan minum, dan ketika
berhenti mereka menurunkanku dan meletakkanku di bawah terik matahari, sedang
mereka pergi berteduh. Selama itu mereka menahanku dari makan dan minum. Suatu
ketika, saat mereka menurunkanku di sebuah tempat di bawah terik matahari
hingga pikiran, pendengaran dan pandanganku telah kabur seakan hampir pingsan,
mereka berkata kepadaku, ‘Tinggalkan agamamu yang baru ini!’ Aku tidak mampu
menangkap seluruh perkataan mereka, kecuali beberapa kata saja, dan aku hanya
memberi isyarat dengan jariku ke langit sebagai ungkapan tauhid.
Dan Demi Allah
dalam keadaan yang demikian itu, tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang dingin di
atas dadaku. Ketika kubuka mataku ternyata itu adalah sebuah ember yang berisi
air. Aku pun meminumnya seteguk. Kemudian ember tersebut terangkat dan aku
melihatnya menggantung antara langit dan bumi. Setelah itu ember tersebut
menjulur kepadaku untuk kedua kalinya. Aku pun minum darinya kemudian terangkat
lagi. Kemudian ember itu menjulur untuk ketiga kalinya. Aku pun minum darinya
hingga kenyang dan aku guyurkan ke kepala, wajah serta bajuku.
Mereka terbangun
dan melihatku seraya berkata, ‘Dari mana engkau mendapatkan air itu, apakah
engkau mencuri air kami?!’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, tidak! Sesungguhnya
ceritanya begini…’ Kemudian dengan jujur aku ceritakan kisahnya kepada mereka.
Mereka berkata, ‘Baik, kami akan melihat ember kami, akan kami buktikan
kebenaran agamamu itu.’ Mereka segera pergi menengok ember mereka dan mereka
dapatkan bahwa ember tersebut masih tertutup rapat dan belum terbuka. Mereka
bertanya keheranan, ‘Dari mana engkau mendapat air itu?’ Aku menjawab, ‘Rezeki
dari Allah yang telah diberikan-Nya padaku.’ Mereka berkata, ‘Kami bersaksi
bahwa Rabbmu yang memberimu rezeki itu juga adalah Rabb kami dan Dia pula yang
telah mensyariatkan Islam.’ Setelah itu mereka semua masuk Islam dan hijrah ke
Madinah.”
Tidak hanya sekali
itu Allah memberi keutamaan terhadap Ummu Syuraik. Kejadian yang hampir sama
pernah dialaminya ketika ia hendak hijrah ke Madinah. Ketika itu ia hendak
mencari seseorang yang mau menemaninya dalam perjalanan. Maka seorang Yahudi
menawarkan diri untuk menemaninya. Ummu Syuraik setuju. Ia terpaksa
melakukannya karena saat itu tidak mudah mendapatkan teman atau orang yang
dapat menjadi teman dalam perjalanan ke Madinah. (Di dalam kitab al-Ishabah
dijelaskan bahwa Yahudi tersebut pergi bersama istrinya).
Kemudian ia memintanya menunggu sebentar untuk
mengisi air, akan tetapi lelaki itu melarangnya dengan alasan dia telah membawa
bekal air. Berangkatlah mereka menuju Madinah. Setelah sore, mereka
beristirahat. Yahudi itu turun dan membentang sufrah (alas makan) dan ia makan,
kemudian ia berkata kepada Ummu Syuraik, “Wahai Ummu Syuraik, mari makan..!”
Ummu Syuraik menjawab, “Beri aku minum, karena aku sangat haus dan aku tidak
bisa makan sebelum minum.” Yahudi itu berkata, “Aku tidak akan memberimu minum
sampai engkau menjadi seorang Yahudi.” Ummu Syuraik menjawab, “(Kalau begitu)
tidak.
Terima kasih, engkau telah mengasingkanku dan
melarangku membawa air.” Ia berkata, “Aku tidak akan memberimu setetes air pun
sampai menjadi Yahudi.” Ummu Syuraik dengan keras menjawab, “Tidak! demi Allah,
aku tidak akan menjadi Yahudi selamanya setelah Allah menunjukiku kepada
Islam.” Lalu ia menaiki keledainya dan telungkup sambil memeluknya dan
merebahkan kepalanya di leher keledai itu hingga tertidur. Ummu Syuraik
mengatakan, “Aku terbangun ketika merasakan dinginnya ember yang ada di
keningku. Aku angkat kepalaku, dan kulihat air yang sangat putih melebihi susu
dan lebih manis dari madu.
Aku meminumnya sampai hilang dahagaku,
kemudian aku siram tempat minumku lalu mengisinya sampai penuh. Ember itu pun
terangkat dariku sampai hilang di langit.” Pagi harinya, Yahudi itu heran
melihat Ummu Syuraik dan tempat air minumnya yang basah. Ia bertanya, “Dari
mana air ini? Dari langit?” Ummu Syuraik menjawab, “Ya demi Allah. Allah telah
menurunkannya dari langit untukku.”
Menghibahkan Dirinya untuk Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam
Tak lama setelah
hijrah ke Madinah, suaminya pun meninggal. Setelah beberapa lama menjadi janda,
Ummu Syuraik menawarkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi.
Aisyah yang merasa
cemburu berkata kepada Ummu Syuraik, “Tidakkah seorang wanita merasa malu menghibahkan
dirinya (untuk dinikahi)?” Mendengar kalimat Aisyah, Ummu Syuraik menjawab,
“Ya, sayalah orangnya.” Kemudian Allah menyatakannya sebagai wanita mukminah
melalui firman-Nya dalam QS. Al-Ahzab ayat 50.
Ketika ayat ini
turun, Aisyah berkata kepada Rasulullah, “Sesungguhnya Allah telah menanggapi
keinginanmu dengan segera.” Ketika Nabi tidak menerima permintaannya, maka Ummu
Syuraik tidak pernah menikah lagi sampai akhir hayatnya.
Semoga Allah
meridhai dan mencurahkan rahmat-Nya kepada Ummu Syuraik, seorang wanita yang
telah mengukir sebaik-baik contoh dalam berdakwah di jalan Allah. Keteguhan
hatinya dalam memperjuangkan iman dan akidahnya saat menghadapi cobaan layak
diteladani. Tidak pernah sedikit pun terlintas di hatinya untuk melepaskan akidahnya
agar bisa menyelamatkan dirinya dari kebinasaan dan kematian. Dialah wanita
yang karena keteguhan imannya dan kesabarannya menghadapi siksaan, dimuliakan
Allah dengan memberikan petunjuk kepada kaumnya untuk memeluk Islam.
Hal itulah yang
seharusnya menjadi orientasi setiap muslim dalam aktifitas jihadnya.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:
…فوالله
لأن يهدي الله بك رجلا واحدا خير لك من حمر النعم
“…Demi
Allah, jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang lantaran dirimu, maka hal
itu lebih baik bagimu daripada onta merah.”
Wallahu
a’lam bish shawab…
***
Ditulis ulang dari
buku Shahabat Wanita Utama Rasulullah dan Keteladanan Mereka, penerbit
IBS (Irsyad Baitus Salam) dan Majalah Al Mawaddah vol.62 hal.
47-48 (rubrik profil wanita sejati)
Sumber : Muslimah.Or.Id
Comments
Post a Comment