Skip to main content

[Cerbung] Sang Kombatan (22)

 


MUSA tak mampu menahan haru. Ia tak menyangka orang tuanya tahu kalau ia berada di Paloh. Nyak Ti dipeluknya erat-erat. Ia seolah kehilangan kata-kata. Matanya terlihat berkaca-kaca.

“Baik-baik kah ibu selama ini?” tanyanya sambil memeluk.
“Ibu baik, Nak. Ibu.. akan lebih baik jika kau berada di rumah. Ibu kangen padamu,” kata Nyak Ti pelan. Air matanya tumpah membasahi baju.
Pertemuan antara ibu dan anak ini membuat seisi rumah larut dalam suasana haru. Wanita paruh baya yang juga pemilik rumah terlihat meneteskan air mata. Ia bersandar pada bahu suaminya.
Musa melepas pelukannya. Ia kemudian memapah Nyak Ti untuk duduk di atas kursi dekat ruang tamu. Ia sendiri memilih duduk bersila di lantai. Kedua tangannya memegang kursi yang ditempati Nyak Ti.
“Aku belum bisa pulang, Buk. Negeri kita masih berkonflik. Aku masih dicari-cari oleh TNI,” ujar Musa.
Mendengar hal ini, Nyak Ti kembali menangis. Tangannya mengelus rambut hitam milik Musa.
“Aku tahu, Nak. Aku tahu. Mungkin kamu pikir kalau aku sangat egois. Namun aku rindu kepadamu. Kepada ayahmu. Aku ingin seperti keluarga biasa. Hidup lengkap bersama anak dan suaminya,” keluh Nyak Ti lagi.
“Ibu tak egois. Keadaanlah yang membuat kita seperti ini. Berdoalah Buk, agar negeri kita bisa merdeka atau tuntutan kami dipenuhi,” kata Musa bijak.
“Hampir saban hari aku berdoa untukmu, Musa. Aku cuma takut jika peluru menghujam tubuhmu. Aku tak mau kau seperti adikmu yang meninggal di medan perang. Aku tak mau kehilanganmu lagi,” ujar Nyak Ti lagi dengan berlinang air mata.
“Kalau sudah ajal, berarti tak seorangpun mampu menolaknya, Buk. Doakan aku selamat imam sehingga ketika takdirku tiba, aku bisa meninggal dalam keadaan yang baik,” kata Musa.
“Doaku untukmu dan ayahmu, Nak. Aku selalu mendoakan kalian,” ujar Nyak Ti pelan. Nyak Ti mencoba tegar. Ia menghapus air mata.
“Aku membawakanmu rantang makanan. Makanlah Nak,” kata ia lagi.
Musa mengambil rantang yang sejak dari tadi dijinjing oleh ibunya. Ada nasi putih, kuah pliek serta ayam masak Aceh. Ia kemudian mengambil piring serta dituangkannya sebahagian masakan itu ke sana. Ia menyantap nasi secara cepat. Aroma kental kuah Aceh yang muncul dari makanan itu membuatnya kembali lapar. Padahal, subuh tadi, ia sudah makan nasi yang disediakan sang pemilik rumah.
“Aku ada bertemu ayah di Kandang, Buk,” ujarnya sambil makan.
“Iya. Ayahmu ada cerita. Kemarin malam ia pulang dan kemudian pergi lagi,” jawab Nyak Ti. “Kau sudah kurus, Musa. Apakah selama ini kamu tidak pernah makan enak?”
Musa tersenyum. Suasana berubah mencair. “Ia, tak seenak masakan seorang ibu,” jawabanya.
Dari luar Adi muncul. Pria berbadan kekar itu memberi isyarat sesuatu kepada Musa. Sedangkan Musa hanya mengangguk.
“Adi. Kenapa kau tak makan sekalian di sini? Bukankah kalian lapar?” tanya Nyak Ti. Sedangkan Adi cuma tersenyum.
“Tak apa-apa, Nyak. Kami sudah makan sebelum ganti piket usai Subuh tadi,” jawabnya singkat. Ia kemudian keluar rumah. Di luar ada satu unit mobil jenis Sedan yang terlihat mendekati rumah yang mereka tempati.
Musa menghabiskan nasi dan lauk di piring dengan cepat. “Buk, bisakah aku membawa rantang ini? Aku ingin memakannya lagi nanti. Aku harus segera pergi sekarang. Sudah ditunggu,” kata Musa tiba-tiba. Sedangkan Nyak Ti hanya terdiam.
“Tak bisakah kita duduk lebih lama, Musa. Ibu masih kangen denganmu,” ujarnya.
“Aku ingin berlama-lama, Buk. Tapi keadaan memaksaku harus pergi. Doakan aku selamat di jalan serta sehat-sehat saja,” jawab Musa. Ia membasuh tangan serta mulut. Musa kemudian mencium kening Nyak Ti. “Saya berharap doa restu ibu dalam perjuangan ini.”
“Restuku selalu bersamamu, Nak. Aku berharap kau tidak pernah meninggalkan solat lima waktu. Itu yang terpenting,” jawab Nyak Ti singkat. Matanya berkaca-kaca. Ia seperti menahan haru.
“Baik, Buk. Saya akan selalu mendengar nasehat ibu. Doakan saya. Izinkan saya pergi,” kata Musa lagi.
“Pergi lah, Nak. Namun sebelum itu, izinkan ibumu ini memelukmu untuk terakhir,” katanya terisak-isak. Musa mengangguk. Ia kembali memeluk wanita itu erat-erat. Namun pelukan itu berlangsung singkat. Musa segera meraih tas raselnya dan rantang isi makanan. Ia kemudian keluar rumah. Nyak Ti menyusul dari belakang.
Musa menyalami Adi dan Munir serta beberapa anggota pasukan Paloh lainnya. Kepada Adi, Musa sempat meminta ia untuk melihat kondisi ibunya yang sudah tua.
“Iya, Pakwa. Aku akan selalu berkunjung untuk melihat kondisinya. Nyak Ti sudah aku anggap seperti ibuku sendiri. Aku yang mengabarkan kepadanya jika kamu di sini,” ujar Adi.
Sebelum masuk ke mobil, Musa kembali memeluk Nyak Ti. “Semoga Ibu baik-baik saja selama aku tinggalkan,” bisiknya pada Nyak Ti. Wanita tua itu hanya mengangguk.
Ia kemudian bergegas ke mobil. Di sana, seorang pria muda berpakaian necis sudah duduk di belakang kemudi.
“Aku ingin diantar ke Ujung Pacu,” kata Musa pelan. Pria itu mengangguk. [] (Bersambung)
Cerita bersambung ini karya Musa AM.

Comments

Popular posts from this blog

Mudifah atau kunjungannya anak pondok

Hari kunjungan atau yang mereka sebutkan mudifah merupakan hari yang menyenangkan bagi anak pondok pesantren, karena hari itu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Yups, hari yang begitu special seperti lebarannya anak pondok.pada hari kunjungan mereka bisa bertemu dengan sanak family dan semua keluarga besarnya, bayangkan mulai pagi hari mereka udah mulai antri hp dipengasuhan dengan batas waktu yang ditentukan mereka lengkap memesan semua pesanan sama keluarganya, yang paling utama adalah makanan, mulai dari nasi sampai dengan makanan penutup. Yang penulis herankan, terkadang dari segoni pesanannya cuma satu  yang dimakan,padahal semua makanan yang pesan sama aja dengan makanan sehari-hari di pondok juga, ah mungkin itu bawaan dari orangtua jadi berasal paling maknyuus gitu. Mudifah kata yang tak asing bagi penghuni pondok, yang kata mereka pondok adalah penjara suci,,,banyak istilah bagi mereka anak pondok, ada yang namanya penjara suci ?? tidak  lain adalah pesantren. Jadi di hari

KISI-KISI SOAL UJIAN SEMESTER 2 SMA NEGERI 2 ALAFAN

Soal Kimia Kelas X IPA 1.       1. Jelaskan 4 Teori Atom yang kamu ketahui! 2.       2. Hitunglah Proton (P), Elektron (e) dan Neutron (N) dari:       3.       3. Tentukan golongan periode dengan menggunakan konfigurasi elektron berdasarkan kulit ( K L M N O ) dari: a.        6 C b.       12 Mg c.        18 Ar 4.       4. Tentukan golongan periode dengan menggunakan konfigurasi elektron berdasarkan sub kulit ( s p d f ) dari: a.        26 Fe b.       18 Ar c.        12 Mg d.       17 Cl 5.       5. Tentukan bilangan kuantum dari: a.        26 Fe b.       18 Ar     Soal Kimia Kelas XI IPA 1.       1. Tuliskan tabvel deret homolog alkana! 2.       2. Tuliskan nama dari semyawa hdrokarbon di bawah ini:   3.       3. Tuliskan nama dari senyawa Alkena dibawah ini!   4.       4. Dik Reaksi: CH 4 + O 2 à CO 2 + H 2 O   ΔH=-2P Berapakah ΔH pembakaran dari 1mol CH 4 5.       5. Bila Diketahui kalor pembentukan stándar: CO 2 = -393,5 k

belajar bahasa aceh part 2

Hari ini penulis akan melanjutkan bagaimana cara memperkenalkan diri dalam bahasa aceh, yang sebelumnya udah dijelaskan satu persatu kata dalam bahasa aceh tapi kali ini penulis akan mengajarkannya dalam bentuk kalimat ya!!!! Jangan pernah mengatakan susah sebelum mencobanya, seperti kata pepatah berakit-rakit dahulu, berenang-renang ketepian, bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Begitulah kira-kira ya para inspirasi lovers, susah susah dulu belajar bahasa aceh hingga mahir bicara bahasa aceh seperti penulis, apalagi yang calonnya orang aceh setidaknya bisa bertanya dalam bahasa aceh “ soe nan droen” yang artinya “siapa nama kamu”. Ayoo langsung aja kita belajar bahasa aceh nya…….. Nan loen  ( nama saya) Loen awak aceh ( saya orang aceh) Asaai loen ( asal saya) Umu loen ( umur saya) Soe nan droen ( siapa nama kamu ) Padum umu droen( berapa umur kamu ) Lon galak kuah pliek U ( saya suka sayur plik U “ sayur khas aceh”) Padum yum bungoeng nyoe ( berapa harg