MUKHLIS tak dapat menahan tawanya. Demikian juga dengan Syuhada. Mereka berdua hampir saja kencing dalam celana.
Sementara Dedi pucat basi. Ia menyesal memanggil kedua teman se-angkatannya itu dan memperlihatkan hadiah dari gadis yang diam-diam dicintainya selama ini. Dedi bermaksud membanggakan diri kalau ia ternyata mampu menaklukan hati gadis muslimah asal Aceh itu.
Dedi mengajak kedua sahabatnya itu untuk membuka kado tersebut bersama-sama agar keduanya iri kepada dirinya.
Namun siapa sangka, isinya adalah, “Buku Tatacara Salat, Wudhu dan Azan.”
Ia kini menyesal. Kedua pria itu justru menertawakannya.
“Berarti selama dua hari ini, dia lihat kamu tak bisa salat, wudhu dan azan dengan benar,” ujar Mukhlis sambil tertawa lepas.
“Waduh, kami aja gak tahu kamu tak bisa salat dengan benar. Ini hadiah paling special,” kata Syuhada lagi.
Sementara Dedi tertunduk lesu. Hadiah dari sang gadis benar-benar membuatnya shock. Paling parah, selama dua hari pula, sang gadis ternyata mengamatinya diam-diam dan mungkin tertawa melihat kesalahan di lokasi wudhu dan tragedi azan.
Memikirkan hal tadi, kepala Dedi tiba-tiba pening. Ia benar-benar malu dan seolah-olah dunia runtuh.
“Tak ada harapan untuk mendekatinya,” gumam dia dalam hati.
“Aku gagal merebut perhatiannya kalau sudah begini.”
Dedi kembali memandangi buku tadi dengan lesu. Ia ingin menyobek buku hadiah tersebut, tapi di sisi lain, buku tadi merupakan pemberian dari gadis yang ditaksirnya selama ini. Gadis itu special di matanya selama ini. Dari semua wanita yang pernah dikenalnya, hanya gadis itu yang benar-benar ingin dia nikahi dan menjadi ibu dari anak-anaknya di masa depan.
Dedi sadar bahwa targetnya tersebut terlalu tinggi. Ia mendambakan wanita muslimah tapi di sisi lain, ia justru tak bisa salat dan wudhu dengan benar.
Belum lagi kalau wanita tadi sangat cantik serta kelahiran Aceh. Benar-benar menantu idaman setiap orangtua.
Melihat kegelisahan Dedi, Mukhlis dan Syuhada diam-diam merasa iba. Mereka iba dengan Dedi yang terlihat shock berat.
“Cari gadis lain aja, komandan. Ini terlalu berat denganmu,” ujar Mukhlis.
“Iya kasih ke aku saja, Ded. Siapa tahu jodoh,” kata Syuhada menimpali. Mukhlis melotot ke Syuhada. Ia memberi isyarat agar Syuhada tak lagi menggoda Dedi. Keduanya tahu jika sahabatnya itu sedang shock berat.
Mukhlis mengambil buku hadiah tadi. Ia membuka halaman depan dan tiba-tiba melihat sesuatu di sana.
“Ada tulisannya komandan,” seru dia.
“Jangan takut untuk belajar. Jadilah lebih baik. Tertanda Nurul.”
Ketiganya kemudian terdiam. Dedi tersenyum dan buru-buru mengambil buku tadi. Ternyata memang benar ada tulisan di sana seperti yang dibacakan oleh Mukhlis.
Dedi tersenyum. Di sana ternyata juga tertera nomor handphone.
“Ini pasti nomor handphone dari gadis itu,” gumam Dedi.
Kini ia tak lagi peduli dengan sindiran Mukhlis dan Syuhada. Ia mulai memahami tujuan sang gadis memberikannya hadiah buku tadi.
“Jadi kayaknya komandan mewariskan gen Aceh,” ujar Mukhlis tiba-tiba. Syuhada tersenyum.
“Kalau sudah begini Ded, kau harus giat belajar,” kata Syuhada lagi dengan mimic wajah serius.
Dedi mengamatinya dalam-dalam. “Maksudnya?” tanya dia.
Syuhada tersenyum penuh makna. Demikian juga dengan Mukhlis.
“Dia tak mungkin pacaran. Kalau mau lebih dekat, ya lamar ke ibunya,” ujar Syuhada kemudian.
[Bersambung]
Comments
Post a Comment