DEDI seperti tak percaya. Ia memandang tak berkedip ke arah depan. Jaraknya hanya sekitar 10 meter. Sesosok muslimah cantik nan anggun terlihat memasuki Masjid Rahmad. Itu masjid tertua di Surabaya. Salah satu masjid yang memiliki sejarah panjang di Jawa Timur. Dari sanalah Islam menyebar ke tanah Jawa.
Wanita itu tak melihatnya. Dedi ingin memasuki masjid dan berkenalan dengan sang muslimah yang dilihatnya di Brawijaya itu. Tapi di sisi lain, ia sedang memakai celana pendek. Ia baru saja pulang dari olahraga sore yang menjadi aktivitas rutinnya selama ini.
Dedi tidak ingin membuat orang-orang di Masjid Rahmad memandangnya setengah mata. Untuk itu, ia harus menunggu di halaman depan masjid hingga sang wanita keluar dan selesai dari aktivitasnya.
Dedi mondar-mandir. Sekitar satu jam kemudian, sang wanita terlihat keluar dari masjid. Saat sang wanita berjarak sekitar tiga meter dari masjid, barulah ia mendekat dan memberi senyuman manis.
“Udah salat Mas?” tanya wanita muslimah di depannya tiba-tiba.
Dedi terkejut. Pertanyaan dari gadis cantik itu membuatnya kelabakan. Ini karena mereka belum pernah berkomunikasi sebelumnya. Tidak pernah saling sapa. Ia justru ingin kenalan, tapi gadis di depannya justru menyapa duluan.
Sebelumnya ia justru berpikir jika perkenalannya ini akan berlangsung kaku. Namun ditodong dengan pertanyaan duluan, justru membuat ia lebih gugup dan serbasalah.
“Ashar? Belum. Anu, celana saya selutut,” jawabnya dengan nada gugup.
Sang gadis tersenyum. Itu merupakan senyuman termanis yang pernah dilihat oleh Dedi. Ia terpukau dengan kecantikan gadis di depannya itu.
“Kalau begitu, Mas salat dulu. Ini saya pinjami kain sarung,” ujar sang gadis lagi. Ia mengambil kain sarung dari tas kecil miliknya serta menyerahkan ke Praka Dedi. Mendengar hal ini, Dedi lagi-lagi kelabakan.
Dedi hanya bermaksud kenalan, tapi sang gadis malah memintanya salat. Ia bersikap seperti ibunya. Kalimat seperti tadi harusnya keluar dari mulut wanita paruh baya yang beranak empat.
“Tenang saja Mas. Saya tunggu di sini kok. Usai salat, baru kita bicara,” ujar sang gadis lagi.
Dup..
Jantung Dedi berdetak kencang. Ia mati gaya di depan anak gadis Mayor Sulaiman.
Dedi tak lagi bisa berkata-kata. Ia terdiam dan tertunduk malu.
“Baik,” ujarnya kemudian.
Praka Dedi mengambil sarung serta bergegas ke lokasi wudhu. Ia memukul kepala berkali-kali sambil jalan. Di wudhu, ia justru terdiam. Dedi tak ingin sejak umur berapa meninggalkan salat. Kini ia bahkan lupa dengan tatacara wudhu.
“Basuh semua saja. Toh, tak dilihat sama gadis itu,” gumamnya dalam hati.
Usai wudhu, ia bergegas masuk dalam masjid. Di sana, ia pun salat alakadar. Setelah beberapa menit berlalu, ia salam dan bergegas melihat ke halaman depan. Ia khawatir gadis tadi telah pergi. Ia khawatir sang gadis memintanya salat hanya untuk menghindarinya secara halus. Namun ternyata sang gadis masih berada di lokasi. Wanita muda itu terlihat duduk di pojok masjid sambil memang kedepan.
Dedi keluar dan mencoba bersikap tenang.
Dup..jantungnya kembali berdetak kencang saat mendekati sang gadis. Gadis tadi kembali tersenyum manis ke arahnya.
“Ini…sarungnya saya kembalikan,” ujar Dedi dengan nada gugup. Ia mengutuk sikapnya yang salah tingkah di depan gadis itu. Ia petarung jalanan. Menghadapi wanita adalah hal biasa sejak SMA. Bahkan ia memiliki belasan mantan, tapi justru gugup seperti anak SD di depan wanita itu.
“Iya Mas,” ujar sang gadis dengan sikap sangat tenang.
Mereka berdua kemudian terdiam.
“Oya Mas. Saya Nurul, Nurul Islami. Kalau Mas mau jumpa saya lagi, kita ketemu di lokasi ini saat azan Ashar,” ujar sang gadis tiba-tiba.
Kalimat yang disampaikan sang gadis lagi-lagi membuatnya tersentak. Ia kehabisan kata-kata di depan gadis itu. Sementara sang gadis bergerak pergi tanpa meminta izin atau basa basi kepadanya.
Dedi menutup mata dan memukul kepala karena salah tingkah. Ia melihat gadis itu berlalu.
“Ya tuhan. Hukuman apa ini,” gumamnya dalam hati.
Sang gadis tiba-tiba berhenti. Saat itu jarak mereka hanya sekitar 7 meter. Gadis itu balik arah dan kembali menghadapnya.
“Oya Mas. Kalau bisa, besok dipakai celana panjang ya!” ujar gadis itu.
[Bersambung]
Comments
Post a Comment