Mengapa
Aceh Dijuluki Kota Serambi Mekkah?
Provinsi Aceh, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD)
merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara
Pulau Sumatera. Aceh mendapat julukan sebagai kota Serambi Makkah (Sueramo
Mekkah). Tahu kan kamu mengapa Aceh memiliki julukan Serambi Mekkah?
Sejarah
Aceh merupakan daerah pertama masuknya agama
Islam di wilayah Indonesia. Selain itu juga tempat berdirinya Kerajaan Islam
pertama di Indonesia, yaitu Peureulak dan Pasai.
Lokasi
Aceh sangat strategis di Selat Malaka, sehingga memiliki peran penting dalam
penyebaran agama Islam. Baik di wilayah Aceh maupun di Asia Tenggara. Dilansir
situs resmi Provinsi Aceh, pada abad ke-7 para pedagang India memperkenalkan
agama Hindu dan Budha. Namun, peran Aceh menonjol sejalan dengan masuk dan
berkembangnya agama Islam di Aceh. Itu yang diperkenalkan oleh pedagang Gujarat
dari jajaran Arab pada abad ke-9. Kerajaan Islam pertama di Aceh dibangun oleh
Sultan Ali Mughayatsyah dengan ibu kota di Bandar Aceh Darussalam.
Lambat laut luas kerajaan bertambah luas yang
meliputi sebagian besar pantai barat dan timur Sumatera hingga Semenanjung
Malaka. Kehadiran daerah itu semakin kokoh dengan dibentuknya Kesultanan Aceh.
Di mana mempersatukan seluruh kota kecil yang berada di daerah tersebut. Pada
awal abad ke-17, Kesultanan Aceh mengalami puncak kejayaannya pada masa Sultan
Iskandar Muda. Pada masa itu pengaruh agama dan kebudayaan Islam begitu besar
dalam kehidupan masyarakat.
Sehingga
pada masa itu Aceh mendapat julukan "Seuramo Mekkah" (Serambi
Mekkah). Perekonomian di Aceh waktu cukup maju yang bertumpu pada perdagangan
rempah-rempah. Banyak saudagar dari berbagai penjuru Nusantara dan dari luar
negeri seperti Arab, India, Iran dan China yang berlabuh. Mereka juga membawa
ulama dan pelajar. Aceh juga sebagai tempat singgah sebelum berangkat ke
Mekkah.
Hampir
semua rumah tradisional di Aceh memiliki Seuramoe. Seuramoe itu tempat singgah
sementara sebelum masuk ke dalam rumah. Filosofi itulah kemudian membuat Aceh
disebuat Serambi Mekkah. Jamaah haji yang berada di Nusantara ini terlebih
dahulu singgah di Aceh sebelum berangkat lagi ke Mekkah. Waktu itu, untuk
berangkat ke Mekkah bisa bertahun-tahun, karena menggunakan jalur laut. Bangsa
barat masuk Keadaan itu tidak berlangsung lama. Apalagi setelah Sultan Iskandar
Muda meninggal dan para penggantinya tidak mampu mempertahankan.
Kondisi itu menjadikan kerajaan terbesar di
Asia Tenggara tersebut melemah. Wibawa kerajaan semakin merosot dan mulai
dimasuki pengaruh dari luar. Bangsa barat mulai masuk ke Aceh. Ini tidak lepas
adanya kesepakatan antara Inggris dan Belanda mengenai pengaturan wilayah di
Sumatera. Belanda pun ingin menguasai Aceh dan menyatakan perang terhadap perang
kepada Sultan Aceh. Ini terjadi pada 26 Maret 1873 dan tantangan tersebut yang
disebut "Perang Sabi". Perang berlangsung selama 30 tahun dengan
menelan jiwa yang cukup besar dan memaksa Sultan Aceh terakhir Muhd.
Dengan pengakuan kedaulatan tersebut, Aceh secara
resmi masuk dalam wilayah Hindia Timur Belanda (Nederlansch Oost-Indie) dalam
bentuk propinsi yang sejak tahun 1937. Kemudian berubah menjadi karesidenan
hingga kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia berakhir. Pemberontakan melawan
penjajahan Belanda masih saja berlangsung sampai ke pelosok- pelosok Aceh,
termasuk perang melawan Jepang pada 1942.
Bergabung
dengan Indonesia
Sejak proklamasi kemerdekaan pada
17 Agustus 1945, Aceh menjadi salah satu daerah Negara Republik Indonesia
sebagai karesidenan dari provinsi Sumatera. Pada 5 April 1948 dalam
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948 yang membagi Sumatera menjadi 3 Propinsi
Otonom, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan. Propinsi
Sumatera Utara meliputi keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli Selatan.
Pada tahun 1949 Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Propinsi Sumatera Utara dan
selanjutnya ditingkatkan statusnya menjadi Provinsi Aceh.
Sumber : Kompas.com
Comments
Post a Comment