Kisah Shahabiyah Nabi: Laila Al-Ghifariyah Perawat Cilik di Medan Perang
Kisah Shahabiyah Nabi Laila Al-Ghifariyah perlu
diketahui umat muslim dalam kiprahnya di medan perang. Umat muslim biasanya
akrab dengan nama-nama Shahabiyah Nabi (sahabat Nabi dari kalangan perempuan)
seperti Asma binti Abu Bakar As-Shiddq, Asma Binti Umais, Sumayyah binti
Khayyath dan sebagainya. Ternyata ada banyak Shahabiyah Nabi yang namanya asing
namun kiprahnya dicatat dalam sejarah Islam.
Salah satunya Laila Al-Ghifariyah
radhiyallahu 'anha (wafat 40 H). Beliau adalah sosok perempuancilik yang ikut
andil di medan perang. Beliau bertugas mengobati para sahabat yang terluka di
medan perang. Selain Laila Al-Ghifariyah, ada juga beberapa Shahabiyah Nabi
yang bertugas membantu Sahabat yang terluka di antaranya Ummu Sinan
al-Aslamiyah, Ummu Ziyad al-Asyja'iyah, Umayah binti Qais al-Gifariyah, Ummu
Dlahhak binti Mas'ud, Ummu Kabsyah al-Qudha'iyah.
Sosok Laila Al-Ghifariyah
tergolong istimewa karena Sahabat wanita terpandang ini sering mengikuti Rasulullah
ke medan perang untuk mengobati pejuang yang sakit dan terluka. Pada waktu
Perang Jamal, Laila ikut berangkat ke Basrah berperang di-barisan Sayyidina Ali
bin Abu Thalib.
Imam at-Thabarani meriwayatkan
dari Laila Al-Ghifariyah dia berkata: "Aku pernah keluar berjihad bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan aku mengobati orang-orang yang
luka. (Maima'uz-Zawa'id)
Seuntai Kalung dari Rasulullah
Dalam Sirah Ibn Hisyam tentang peristiwa
perang Khaibar dikisahkan, saat melewati kabilah Ghifar menuju Khaibar di utara
Madinah, Nabi dan pasukan disambut kaum wanita dari anak-anak hingga orang tua.
Mereka berdesak-desakan mengikuti prajurit untuk menawarkan bantuan. Di antara
kaum wanita itu terdapat seorang anak yang baru menginjak remaja. Namanya
Laila, anak yang cerdas dan penuh semangat. Nabi merasa kasihan karena Laila
masih kecil dan berjalan kaki.
Kemudian Beliau menaikkannya ke unta beliau.
Nabi berhenti dan Laila ikut turun. Rupanya ada darah di pelana yang diduduki
sahabiyah yang masih remaja itu. Laila sangat malu. Ia kembali menaiki unta itu
untuk menutupi darah haidnya yang pertama itu agar tidak telihat oleh Baginda
Nabi. "Ada apa denganmu? kamu haid?" tanya Nabi lembut. Laila
tertunduk dan salah tingkah. Sambil malu-malu ia menjawab: "Iya
Rasulullah." Baginda Nabi tidak risih dan tidak gusar. "Bersihkan
dirimu, ambil air satu bejana beri garam, lalu bersihkan pelana yang terkena
darah.
Setelah itu kembalilah ke tempat
dudukmu semula," kata Nabi. Nabi tetap bersikap tenang, membiarkan Laila
bersama beliau untuk membuktikan bahwa ia istimewa diantara kaum wanita. Nabi
berhasil menundukkan Khaibar dan pulang dengan membawa sejumlah harta ghanimah,
dan memberikan sebagiannya kepada kaum wanita Ghifar. Laila mendapat seuntai
kalung pemberian Nabi.
Beliau sendiri yang mengalungkan
ke lehernya, bukti bahwa beliau mencintai, menghormati dan memberi semangat
gadis itu. Bagi Laila, bukan kalung indah itu yang membuatnya bahagia,
melainkan sikap beliau yang luar biasa kepadanya. Laila tak pernah melepaskan
kalung agar tidak hilang.
Dan setiap bersuci dari haid, ia tidak pernah lupa mencampur air bersuci itu dengan garam. Laila pun tumbuh dewasa. Ia mengabdi kepada Islam dengan kemampuan yang bisa ia berikan. Ketika dalam keadaan sekarat, ia berwasiat agar setelah meningal ia dimandikan dengan air campuran garam, dan kalung pemberian Nabi itu dikuburkan bersamanya.
Comments
Post a Comment