DESEMBER mengisahkan sejarah kelam di Aceh. Sejarah kelam yang dimaksud
adalah perang saudara yang terjadi di Aceh antara para Uleebalang dengan
Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).
Perang saudara ini lebih dikenal dengan Perang Cumbok. Dikenal juga
sebagai peristiwa revolusi sosial. Sejarah yang dikaburkan hingga kini karena
catatannya sangat kelam. Dimana, di perang inilah, Aceh bunuh Aceh terjadi.
Perang Cumbok adalah serangkaian pertempuran yang terjadi di Kabupaten
Pidie, Provinsi Aceh mulai 2 Desember 1945 hingga 16 Januari 1946.
Perang ini pecah antara kalangan ulama (teungku) para pendukung
proklamasi kemerdekaan Indonesia yang tergabung dalam Persatuan Ulama Seluruh
Aceh melawan kubu uleebalang (teuku) yang lebih memilih kekuasaan Belanda,
sehingga menyebabkan revolusi di tatanan sosial masyarakat Aceh pada saat itu.
Kalau mau jujur, dua-duanya hanya dalam posisi ‘pion’ saat itu. Satu
membela Indonesia dan satu lagi berada di pihak Belanda karena keadaan yang
memaksa.
Dimana, akibat perang saudara ini, ada ribuan warga Aceh yang terbunuh
dan keluarga yang tercerai berai. Sebahagian malah masih hidup dengan stigma
negative yang tak kunjung bisa diperbaiki hingga saat ini.
Adapun kronologi peristiwa Cumbok, pada 1 Oktober 1945, berdasarkan
rakyat Aceh menghidupkan kembali radio dan mengetahui bahwasannya Proklamasi
kemerdekaan Indonesia telah diucapkan di Jakarta oleh Soekarno Hatta.
Kemudian pada akhir 1945, ada berita yang menyatakan bahwa Kekaisaran
Jepang telah menyerah kepada sekutu, dan seluruh daerah jajahan yang diperoleh
di dalam peperangan Asia Timur Raya segera akan dimiliki kembali oleh
pemerintah yang berdaulat sebelumnya. Kemudian terjadilah perang saudara di
Aceh.
Pada 8 January 1946, Sjamaun Gaharu atas nama Markas Umum Daerah Aceh
dan T.P.P. Muhammad Ali atas nama Pemerintah Daerah Aceh mengeluarkan maklumat
yang berbunyi, “Golongan yang berpusat di Cumbok, Lammeulo dan tempat-tempat
lain yang memegang senjata dan mengadakan perlawanannya kepada rakyat umum,
mereka itu adalah pengkianat dan musuh Negara Republik Indonesia.”
Diperingatkan kepada orang-orang yang sudah terpengaruh, terperosok, dan
terperdaya oleh golongan pengkhianat itu supaya dengan segera menghindarkan
diri dari golongan pengkhianat itu. Kalau tidak mereka itu akan dihukum dan
menerima ganjaran menurut kesalahannya.
Kemudian pada 16 January 1946 tertangkapnya Teuku Daud Tjumbok, seorang
pimpinan markas uleebalang Cumbok yang melarikan ke gunung setelah peristiwa
kegagalan mereka mempertahankan Markas Cumbok.
Pada 16 January 1946 Markas Besar Rakyat Umum mengeluarkan maklumat yang
berbunyi, “Pertempuran sudah selesai, karena kaum uleebalang yang dianggap
pengkhianat tanah air sudah di-sapu bersih. Famili-famili pengkhianat dan
orang-orang kampung yang tidak berdosa tidak akan diganggu, rakyat yang baik
mesti tinggal di tempatnya masing masing. Barang siapa yang masih bersifat
khianat dan melawan terhadap rakyat akan dijatuhkan hukuman mati. Dilarang keras
merampok, menyembunyikan atau menggelapkan senjata api untuk kepentingan
sendiri. Senjata api tersebut segera diserahkan kepada kantor Markas Besar
Rakyat Umum.”
Kemudian pada 24 Juni 1946 T.T. Mohd. Daoedsjah stas nama Residen Aceh
mengeluarkan Peraturan Tentang Menguasai atau memiliki harta benda peninggalan
yang dicap ‘pengkhianat pengkhianat’ (Uleebalang Tjumbok) N.R.I. Daerah Aceh.
Selanjutnya, pada 1 September 1947, Teungku Muhammad Daud Beureueh
diangkat sebagai Gubernur Militer Daerah Aceh, Kabupaten Langkat dan Tanah Karo
dengan pangkat Jenderal Mayor.
Kemudian pada Agustus 1948 munculnya Gerakan Sajid Ali CS serta pada 20
Agustus 1948 dikeluarkan Maklumat Gubernur Sumatera Utara tentang Gerakan Sajid
Ali CS, 3 November 1948 pemerintah mengambil tindakan terhadap gerakan Said.
Salah satu buku yang menceritakan tentang kisah Desember 45 adalah buku
berjudul Revolusi Desember 45 Di Aceh atau Pembasmian Pengkhianatan Tanah Air.
Isinya tentu berdasarkan pemenang. Buku ini setebal 40 halaman, tanpa nama
penulis, serta diterbitkan Kementerian RI Daerah Aceh, pada tahun 1950.
Usai perang saudara ini, sebagaimana yang diketahui, kisah selanjutnya
adalah pengkhianatan Jakarta terhadap Aceh. Konflik panjang terjadi hingga
damai pada 15 Agustus 2019.
Sumber : Atjehwatch
Comments
Post a Comment