Mengapa
Belanda Sulit Menaklukkan Aceh?
Sejak tahun 1873 hingga 1904, Belanda
terlibat perang dengan Kesultanan Aceh yang disebut dengan Perang Aceh. Perang
Aceh menjadi salah satu perang terlama di dunia. Upaya Belanda untuk dapat
menguasai seluruh wilayah Sumatra ini terganjal di wilayah Aceh karena kerasnya
perjuangan mereka. Selain itu, kurangnya informasi tentang daerah
tersebut juga telah membuat Belanda benar-benar kewalahan. Dengan pertahanan
seperti itu, Aceh menjadi kota yang sangat sulit untuk ditaklukkan oleh
Belanda.
Latar
Belakang Invasi Belanda ke Aceh
Perang
Aceh terjadi karena keinginan Belanda untuk menguasai Aceh, di mana
kedudukannya akan semakin penting baik dari segi strategi perang maupun jalur
perdagangan sejak Terusan Suez dibuka tahun 1869. Sebelumnya, tanggal 17
Maret 1824, Inggris dan Belanda sudah sepakat tentang pembagian wilayah jajahan
di Indonesia dan Semenanjung Malaya. Dalam kesepakatan tersebut Belanda
disebut tidak dapat mengganggu kemerdekaan Aceh. Namun, pada kenyataannya
Belanda tetap berusaha melancarkan serangan terhadap Aceh yang jauh dari ibu
kota. Kewaspadaan Sultan Aceh meningkat dan bersiap untuk menghadapi segala
konsekuensinya. Pada 1871, terjadi penandatangan Traktat Sumatra antara
Inggris dan Belanda yang semakin membuat Aceh khawatir. Dalam perjanjian
tersebut, Belanda diberi kebebasan untuk memperluas wilayah di seluruh
Sumatera, termasuk Aceh. Usai perjanjian tersebut, Belanda melancarkan
agresinya pada 5 April 1873 dipimpin Jenderal JHR Kohler.
Sulitnya
Menaklukkan Aceh
Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang,
ulama, dan rakyat terus mendapat gempuran dari pasukan Belanda.
Pertempuran sengit di antara keduanya berlangsung dalam upaya memperebutkan
Masjid Raya Baiturrahman. Namun, pasukan Aceh terus melakukan perlawanan, hingga
pada akhirnya Jenderal JHR Kohler wafat di tangan pasukan Aceh. Kematian
Kohler ini membuat pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur ke pantai.
Dari kegagalan tersebut, Belanda kembali merapatkan barisannya pada serangan
kedua, 9 Desember 1873 di bawah pimpinan Jan van Swieten. Dalam serangan
kedua ini, Belanda berhasil membakar Masjid Raya Baiturrahman dan menduduki
Keraton Sultan. Kendati demikian, rupanya persiapan Belanda masih tidak lebih
matang dibandingkan rakyat Aceh. Bagian pantai utara dan timur yang biasa
dijadikan tempat masuk kapal-kapal dijaga dengan sangat baik oleh rakyat
Aceh.
Begitu juga dengan jalur darat di selatan dan
pantai barat yang tidak kalah ketat dari penjagaan pasukan Kerajaan Aceh.
Untuk menghancurkan pertahanan, Belanda berusaha menghancurkan perkampungan dan
pelabuhan dengan melakukan tembakan meriam. Kemudian, Belanda juga memanfaatkan
orang-orang yang mudah diperalat untuk menjalankan siasat pecah belah.
Namun, cara ini tetap tidak membuat pasukan Aceh mundur. Pasukan Aceh
justru semakin mempersatukan kekuatan mereka dengan semaksimal mungkin dalam
melawan Belanda. Selain itu, rakyat Aceh juga tidak mudah terbuai dengan adu
domba yang dilakukan Belanda. Oleh sebab itu, Aceh menjadi wilayah yang
sangat sulit ditaklukkan oleh Belanda.
Sumber : Kompas.com
Comments
Post a Comment