Disusun oleh
Kelompok 3:
Desya Dilla Yahdini 11210700000136
Fitrah Khairina 112107000000006
Lathifa Rachmah 11210700000183
Nadia Ayudhita 11210700000104
Wardah Widad Hibatullah 11210700000126
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sumber Ilmu, Kebenaran Ilmu, dan Tradisi Ilmiah Islam” dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Prof. Dr. Drs. Achmad Syahid, M. Ag. selaku dosen pengampu mata kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tujuan penulisan makalah ini dapat terwujud dan bermanfaat bagi pembaca. Sekian, terima kasih.
22 Maret 2022
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan dan Manfaat 2
BAB 2 PEMBAHASAN 3
Perkembangan Sumber Ilmu dan Kebenaran Ilmiah 3
Kebenaran Ilmiah Al-Quran 3
Sistem Penalaran Menurut A-Quran 4
Ciri khas Ilmu Pengetahuan 6
Faktor Pendorong Kemajuan Ilmu 7
Kegiatan-Kegiatan Ilmiah 8
Lembaga Pendidikan 11
Sistem Pendidikan 14
Perkembangan Al-Qur'an 18
Bagaimana memahami Al-Quran di masa kini 18
Al-quran di tengah perkembangan ilmiah 19
Al-qur’an berdasarkan akal dan wahyu 21
BAB 3 PENUTUP 23
Kesimpulan 23
DAFTAR PUSTAKA 24
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu pengetahuan sangat cepat sekali berkembang. Hanya dalam 10.000 tahun, dari yang awalnya kita hanya bisa bercocok tanam sampai akhirnya kita bisa pergi ke bulan. Akan tetapi, cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan di sekitar kita, ternyata Al-Quran sudah terlebih dahulu menjelaskan banyak fenomena-fenomena alam sedari awal, jauh bahkan sebelum manusia menyadarinya.
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam, ternyata fungsinya tidak hanya dalam ranah agama, tetapi juga menjelaskan segala hal yang ada di dunia ini–universalisme Al-Qur’an–dan terutamanya pada ilmu sains yang membawa kemajuan peradaban kita hingga hari ini. Maka dari itu, Al-Qur’an dianggap sumber ilmu pengetahuan juga yang sahih dan kebenaran akan alam tak lain berasal dari Al-Qur’an itu sendiri. Sudah dipastikan juga kebenarannya melalui temuan-temuan penelitian yang dilakukan sampai masa ini, semakin banyak kebenaran dari Al-Qur’an yang terbukti–dan akan terus bertambah lagi.
Oleh karena itu, para ahli ilmu muslim juga mengatakan ilmu itu terbagi menjadi dua klasifikasi; ilmu abadi yang terdapat di Al-Qur’an dan hadis, serta ilmu yang dicari (acquired knowledge) yang melalui proses pembuktian seperti metode ilmiah dan penelitian ilmiah.
Pada pembahasan makalah ini, kita akan mencari lebih lanjut mengenai bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan, bagaimana perkembangan sumber ilmu sendiri (Al-Qur’an), seperti apa penerapan dan cara pengembangannya, dan faktor apa saja yang bisa mendorong kemajuan ilmu.
Rumusan Masalah
Bagaimana hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan?
Bagaimana sistem penalaran menurut pandangan Al-Quran?
Apa saja ciri khas ilmu pengetahuan?
Apa saja faktor pendorong kemajuan ilmu pengetahuan?
Apa yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan ilmiah?
Apa saja jenis-jenis lembaga pendidikan?
Apa saja yang ada di dalam sistem pendidikan?
Bagaimana cara memahami Al-Quran di masa kini?
Bagaimana Al-Quran di tengah perkembangan ilmiah?
Bagaimana Al-Quran berdasarkan akal dan wahyu?
Tujuan
Mengetahui hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan.
Mengetahui pandangan Al-Quran mengenai sistem penalaran.
Mengetahui ciri khas ilmu pengetahuan.
Mengetahui faktor pendorong kemajuan ilmu pengetahuan.
Mengetahui apa yang dilakukan dalam kegiatan-kegiatan ilmiah.
Mengetahui jenis-jenis lembaga pendidikan.
Mengetahui apa saja yang ada di dalam sistem pendidikan.
Mengetahui cara memahami Al-Quran di masa kini.
Mengetahui Bagaimana Al-Qur'an di tengah perkembangan ilmiah.
Mengetahui bagaimana Al-Quran berdasarkan akal dan wahyu.
BAB 2
PEMBAHASAN
Kebenaran Ilmiah Al-Quran
Sejarah yang kita pelajari menjelaskan bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk, hal ini juga ditegaskan dalam Al-Quran: Petunjuk bagi manusia, keterangan petunjuk serta pemisah antara yang haq dan batil (Q. S Al-Baqarah:185). Lalu, apa hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan? Sudah lama sekali para ulama mengalami perselisihan pendapat mengenai hal ini.
Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa semua cabang ilmu pengetahuan bersumber dari Al-Quran, baik itu pengetahuan terdahulu maupun pengetahuan kemudian, pengetahuan yang sudah diketahui maupun yang belum diketahui. Berbeda dengan Al-Ghazali, Al-Imam Al-Syatibi berpendapat bahwa para sahabat tentunya lebih memahami seluruh isi dari Al-Quran, tapi di antara mereka tidak ada yang menyatakan bahwa Al-Quran mencakup seluruh cabang ilmu pengetahuan.
Berdasarkan buku Membumikan Al-Quran karya M. Quraish Shihab, hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari jumlah cabang ilmu pengetahuan yang ada di dalamnya, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori-teori ilmiah. Tetapi, dengan meletakkan pada proporsi yang tepat sesuai kemurnian dan kesucian Al-Quran serta sesuai dengan logika ilmu pengetahuan.
Menilai hubungan Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan dengan cara melihat, misalnya, adakah teori relativitas tentang angkasa luar; ilmu komputer tercantum dalam Al-Quran; tetapi yang lebih utama adalah melihat apakah ada ayat-ayat yang menghalangi kemajuan ilmu pengetahuan atau sebaliknya? Dan apakah ada satu saja ayat Al-Quran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang sudah mapan? Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa melihat hubungan Al-Quran dengan ilmu pengetahuan terletak pada sisi "social psychology" bukan pada sisi "history of scientific progress".
Bayangkan jika setiap ayat yang terdapat dalam Al-Quran mengandung suatu teori ilmiah, apa yang akan terjadi? Apakah umat manusia akan memperoleh keuntungan dengan mengetahui teori tersebut tetapi tidak mendapat hidayah mengenai kemajuan ilmu pengetahuan?
Dalam kitab berjudul Intaj Al-Mustasyriqin wa Atsaruhu fi Al-Fikri Al Hadits, Malik bin Nabi menuliskan pendapatnya "Ilmu pengetahuan adalah kumpulan masalah dan kumpulan metode yang dipakai untuk mencapai masalah tersebut.", beliau juga menyatakan bahwa kemajuan ilmu pengetahuan tidak terbatas dalam bidang-bidang tersebut, melainkan bergantung pada kumpulan syarat psikologis dan sosial yang berpengaruh secara positif maupun negatif sehingga dapat memajukan ilmu pengetahuan atau menghambatnya.
Dari dua pernyataan milik Malik bin Nabi tadi, kita dapat mengetahui bahwa kemajuan ilmu pengetahuan itu tidak dinilai dari pemberiannya kepada umat manusia, tetapi diukur dengan wujudnya suatu iklim yang dapat memberikan dorongan agar ilmu pengetahuan dapat mengalami kemajuan.
Al-Quran menganjurkan umat manusia untuk memakai akal dan pikiran agar dapat mencapai hasil yang diinginkan. Allah SWT berfirman dalam Q. S Saba: 36 yang artinya "Katakanlah hai Muhammad: Aku hanya menganjurkan kepadanya satu hal saja, yaitu berdirilah karena Allah berdua-dua atau bersendiri-sendiri, kemudian berpikirlah.". Jadi, dapat disimpulkan bahwa Al-Quran telah membentuk iklim baru yang dapat membantu manusia dalam mengembangkan akal dan pikirannya, serta menyingkirkan sesuatu yang membuat kemajuan terhalangi.
Sistem Penalaran Menurut Al-Quran
Menurut psikolog, ada 3 fase tahap perkembangan alam pikiran dan kejiwaan manusia. Fase pertama dimana manusia menilai baik dan buruk ide dengan ukuran yang berhubungan dengan alam kebendaan (materi) atau berdasarkan Panca indera yang muncul dari kebutuhan primer. Fase kedua adalah dimana manusia menilai ide dari keteladanan atau pribadi seseorang, misal seorang tokoh mengatakan baik, maka orang akan mengatakan baik pula, begitupun sebaliknya. Yang terakhir fase ketiga atau dapat disebut fase kedewasaan, dimana manusia melakukan penilaian dari nilai-nilai yang ada pada unsur ide dan tidak terpengaruh oleh faktor luar (eksternal).
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa awal pembinaan masyarakat islam, penilaian segolongan orang islam memandang nilai al-fikrah Al-Quraniyah (ide yang dibawa oleh Al-Quran), adalah bahwa ide-ide tersebut berhubungan erat dengan pribadi Rasulullah. Misalnya saja yang terjadi pada perang Uhud, sekelompok kaum muslim meninggalkan medan pertempuran karena mendengar berita meninggalnya Rasulullah dari kaum musyrik. Padangan ini terjadi karena tahap perkembangan alam pikiran dan jiwa mereka baru sampai pada fase kedua atau dapat dikatakan belum mencapai fase kedewasaan. Al-Qur'an tidak menginginkan masyarakat baru memandang atau melakukan penilaian hanya sampai fase kedua saja, maka dari itu turunlah ayat (Qs Ali-Imran ayat 144) yang secara tafsir adalah perihal larangan menempatkan "al-fikrah Al-Quraniyah" hanya sampai fase kedua.
Agar masyarakat lebih menyadari pentingnya ilmu pengetahuan alam untuk mereka, Allah memberikan ujian-ujian berupa pertanyaan-pertanyaan dalam Al-Qur’an yang berisi: “Tanyakanlah hai Muhammad! Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan mereka yang tidak mengetahui?” (GS 39:9).
Selain ayat itu, juga ada ayat dalam QS 3:66 yang berisi “kamu ini membantah tentang hal-hal yang kamu ketahui, maka mengapakah membantah pula dalam hal-hal yang kalian tidak ketahui?”. Ayat tersebut merupakan kritik keras untuk mereka yanh senantiasa membantah tanpa mengetahui kebenaran yang sesungguhnya atau objektif, yakni tanpa mengetahui kebenaran ilmiah lebih tepatnya.
Akhirnya setelah penurunan ayat-ayat tersebut, berhasil mengubah suasana masyarakat menjadi lebih melek ilmu yang akhirnya juga menghasilkan cendekiawan-cendekiawan baru seperti Ibnu Sina, Al-Farabi, AlGhazali, Ibnu Khaldun, Jabir Ibnu Hayyan, dan sebagainya. Masa pencerahan ini dimulai dengan ditemuinya ilmu matematika oleh Muhammad bin Ahmad yang berhasil menemukan angka 0 di tahun 976. Lalu juga segera diteruskan oleh Muhammad bin Musa Al-Khawarizmiy, yang berkatnya ditemukan perhitungan aljabar. Tanpa pilar-pilar penting tersebut, masyarakat akan terus berada dalam masa kegelapan.
Dari kejadian ini, dapat disadari juga bahwa ternyata mewujudkan lingkungan/iklim/suasana yang mendukung ilmu itu juga tidak kalah penting dari penemuam ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena tanpa lingkungan yang suportif, para cendekiawan muslim kita yang berharga itu akan mengalami nasib yang sama dengan Galileo yang dibunuh karena penemuan ilmiahnya.
Selain itu, makna lainnya yang dapat kita sadari adalah Al-Qur’an sebagai sumber dan pedoman ilmu yang memberikan petunjuk menuju kecerahan ilmu sehingga terwujudkan pula kebahagiaan umat manusia di dunia dan akhirat. Dari Al-Qur’an juga kita dibuat sadar akan keberhargaan alam semesta yang perlu kita temukan, gali, dan observasi melalui metode ilmiah.
Setelah akhirnya kebenaran alam semesta tersebut terungkap dari petunjuk Al-Qur’an, kita pun akan mengetahui mana yang ternyata benar dan salah. Lambat laun pengetahuan kita akam menjadi semakin sempurna, semakin mendekati kebenaran yang sesungguhnya, hingga akhirnya kita akan mengetahui bagaimana ciri khas ilmu pengetahuan.
Ciri Khas Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan (science) mempunyai ciri khas tertentu dan para ilmuwan pula sepakat bahwa ilmu pengetahuan tidak mengenal kata "kekal". Apa yang dianggap salah di masa lalu bisa jadi diakui kebenarannya di masa depan. Pandangan terhadap ilmu pengetahuan kian pesat tidak hanya fokus pada satu bidang ilmu saja namun juga termasuk pada seluruh cabang ilmu pengetahuan.
Dahulu, segala sesuatu dijelaskan dalam konsep material (istilah-istilah kebendaan) hingga manusia pun hampir dikategorikan dalam kelompok tersebut. namun dengan hadirnya ilmu pengetahuan yang kian mengalami pembaharuan kini ada ilmu khusus yang mempelajari manusia yaitu psikologi. segalanya terangkum rapi dari hal kepribadian, semangat dan hal-hal terkait jiwa semuanya telah ada di dalam ilmu psikologi. seperti halnya persoalan moral yang tidak mendapat perhatian dari ilmuwan, namun kini penggunaan senjata nuklir tidak dapat dilepaskan karena mereka tidak mengabaikan persoalan moral dalam penggunaan senjata nuklir.
Qawanin Al-Thabi'ah (Natural Law) dulunya dianggap pasti hingga tak mengizinkan suatu kebebasan pun. Sekarang ini ia hanya dinilai sebagai "summary of statictical averages" (ikhtisar dari rerata statistik). selain itu, teori bumi datar pada suatu masa di patahkan dengan teori bumi bulat dan saat ini teori tersebut di patahkan lagi dengan adanya teori bumi lonjong. tidak sedikit orang yang berpikir bahwa persoalan ilmiah menurut ilmu pasti adalah benar padahal sebenarnya belum tentu sesuai kenyataan.
Hal ini disebabkan karena tolak ukur pada sudut pandang manusia menggunakan pancaindera atau perasaan umum. Misalnya kita melihat bahwa baja adalah benda padat sedangkan sinar uv telah membuktikan bahwa baja adalah benda yang berpori. Oleh karena itu tidak heran jika Imam Al-Ghazali di satu masa dalam hidupnya tidak mempercayai indera. Dalam kitabnya Al-Munqidz min Al-Dhalal: “Bagaimana kita dapat mempercayai pancaindera, dimana mata merupakan indera terkuat, sedangkan bila ia melihat ke satu bayangan dilihatnya berhenti tak bergerak sehingga dikatakanlah bahwa bayangan tak bergerak. Tetapi dengan pengalaman dan pandangan mata, setelah beberapa saat diketahui bahwa bayangan tadi tidak bergerak, bukan disebabkan gerakan spontan tetapi sedikit demi sedikit sehingga ia sebenarnya tak pernah bergerak; begitu juga mata memandang kepada bintang, ia melihatnya kecil bagaikan uang dinar, akan tetapi alat membuktikan bahwa bintang lebih besar daripada bumi.”
Segala undang-undang ilmiah yang diketahui hanya menyatakan saling bergantinya “Psychological States” yang ditentukan pada diri kita oleh sebab-sebab tertentu. Ini menunjukkan bahwa segala undang-undang ilmiah hakikatnya relatif dan subjektif. Karena itu, jelas pula bahwa yang dikatakan orang sebagai sesuatu yang benar (kebenaran ilmiah) merupakan hal yang relatif dan mengandung arti yang terbatas.
Faktor Pendorong Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Dorongan Agama
Agama Islam sangat empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu. Dalam Al-Qur'an terdapat banyak sekali pujian untuk orang-orang yang memiliki ilmu. Salah satunya terdapat dalam Q.S Al-Mujadalah:11, "Allah akan mengangkat mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." Kewajiban umat Muslim dalam menuntut ilmu diperkuat oleh hadist-hadits Nabi Muhammad SAW, beliau menyatakan bahwa "Menuntut ilmu itu merupakan kewajiban yang dipikulkan kepada pundak setiap individu umat Islam, baik laki-laki maupun perempuan".
Sudah dapat dipastikan, segala sesuatu yang hukumnya wajib maka harus dilaksanakan dan akan mendapatkan dosa apabila tidak dilaksanakan. Umat Muslim diharuskan menuntut ilmu sampai akhir hayatnya, Nabi Muhammad SAW bersabda "Tuntutlah ilmu dari buaian (mahdi) hingga liang lahat (lahdi)." Kewajiban menuntut ilmu ini tidak pula dibatasi oleh sudut ruang, seperti isi hadist Rasulullah SAW, "Untuk menuntut ilmu, sekalipun di negeri Cina". Selain kewajiban, Allah juga menjanjikan surga untuk umat-Nya yang giat menuntut ilmu. Janji tersebut membuat banyak ilmuwan Muslim menganggap menuntut ilmu merupakan bagian dari ibadah sehingga mereka lebih giat untuk melaksanakannya.
Apresiasi Masyarakat
Berdasarkan sejarah yang tercatat, seluruh kalangan masyarakat sangat menghargai ilmu dan para ilmuwan (ulama). Masyarakat gemar menemui para ulama untuk mendengarkan pidato-pidatonya. Contohnya adalah Imam al-Razi, beliau adalah teolog atau filsuf sunni terbesar kedua setelah al-Ghazali. Apresiasi yang didapatkannya adalah penghargaan berupa gelar "Syaikh Al-Islam" dan ditempatkan di kota Herat dengan segala keagungan, kedudukan, dan kekuasaan. Syaikh al-Islam sebelum dan sesudah al-Razi belum pernah merasakan penghargaan seperti itu.
Pada zaman tersebut, masyarakat di Baghdad juga sangat menyukai debat terbuka, mereka menyaksikannya di tempat-tempat umum, terutama balkon toko buku. Tidak hanya masyarakatnya saja, Raja pun sangat menghargai ilmu dengan cara giat dalam menuntutnya. Contohnya Raja Ja'far dari Sijistan. Karya-karya ilmiah pun sangat dihargai, hal tersebut dapat ditinjau dari harga yang diberikan untuk karya-karya ilmiah terkemuka, diketahui bahwa al-Aziz membeli buku sejarah at-Thabari dengan harga sebesar 100 dinar.
Patronase (Penguasa)
Patronase merupakah salah satu faktor yang tidak kalah penting dibanding dua faktor sebelumnya. Ketertarikan penguasa dan para orang kaya terhadap ilmu membuat mereka membantu perkembangan ilmu dengan cara memberi bantuan finansial dan melindungi perkembangan ilmu itu sendiri. Bantuan tersebut tentunya sangat berguna bagi penelitian-penelitian ilmiah yang dilakukan para ilmuwan dan berguna untuk pembangunan lembaga pendidikan, seperti madrasah, perpustakaan, akademi, dan berbagai lembaga lainnya.
Para penguasa dan orang kaya juga seringkali mengundang para ilmuwan ke istananya, mereka merasa bangga apabila ada ilmuwan, ulama, dan sastrawan berkumpul di istananya, alasannya karena hal itu membuat citra mereka terlihat baik di mata kawan dan musuhnya.
Kegiatan-kegiatan Ilmiah
Memburu Manuskrip
Gerakan penerjemahan karya ilmiah filosofis kuno, terutama Yunani dan India ke dalam bahasa Arab adalah salah satu faktor fundamental yang membuat dunia Islam semakin maju dalam bidang sains. Kegiatan penerjemahan tidak akan berjalan dengan lancar jika manuskrip tidak ada, karena itu lah sebelum datangnya masa penerjemahan, para ilmuwan Muslim giat memburu manuskrip-manuskrip kuno.
Khalifah al-Ma'mun yang berasal dari Bani Abbas merupakan tokoh yang berjasa dalam kegiatan memburu manuskrip, beliau memberikan bantuan teknis dan finansial untuk mendukung kegiatan ini. Selain Khalifah al-Ma'mun, keluarga ilmuwan yang kaya juga turut berjasa karena mereka pun memberi dukungan agar perburuan manuskrip ini berjalan lancar.
Kegiatan ilmiah berupa perburuan manuskrip ini menggambarkan umat Islam yang haus akan ilmu pengetahuan setelah menyadari bahwa bahan-bahan ilmu pengetahuan yang mereka miliki hanya sedikit. Untuk mendapatkan manuskrip-manuskrip kuno, para ilmuwan Muslim sering melakukan perjalanan jauh untuk menemukan sebuah karya tertentu yang pernah diketahui letaknya ada di suatu tempat.
Menerjemahkan
Renaisans Islam dan renaisans Eropa terbentuk karena adanya penerjemahan pada abad-abad sebelumnya, hal tersebut membuktikan bahwa kegiatan penerjemahan sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Kesadaran para penguasa dan sarjana-sarjana karya mengenai fakta bahwa kemajuan tak mungkin bisa dicapai tanpa ilmu pengetahuan, membuat mereka memberikan dukungan terhadap seluruh kegiatan ilmiah, termasuk penerjemahan.
Kegiatan penerjemahan yang dilakukan oleh para penerjemahan terkemuka pada abad ke-8 sampai abad ke-10, menghasilkan bahan yang sangat melimpah dan berguna untuk sarjana dan filosof di masa depan. Terjemahan yang ada memudahkan pemikiran para filosof seperti Ibnu Sina dan Al-Farabi dalam memunculkan sintesa-sintesa baru.
Pada masa tersebut, terjemahan memiliki kualitas yang tinggi karena para penerjemah sangat teliti dan ulet selama berlangsungnya proses penerjemahan, mereka bersungguh-sungguh memperhatikan mutu terjemahan. Tidak hanya itu, budaya merevisi yang awalnya dilakukan oleh Hunayn terhadap terjemahan miliknya dan milik orang-orang sebelumnya memberikan petunjuk mengenai rahasia keberhasilan gerakan penerjemahan para ilmuwan.
Menulis Komentar/Ringkasan
Kegiatan ilmiah ini tentunya sangat bermanfaat, dengan adanya komentar atau ringkasan mengenai karya-karya ilmiah, pembaca menjadi terbantu dalam memahami maksud atau arti sebenarnya dari karya ilmiah tersebut, karena biasanya terdapat beberapa karya ilmiah yang terlalu dalam dan kompleks sehingga sulit untuk dipahami. Hampir semua filosof besar dan tokoh penerjemah Muslim pernah melakukan kegiatan memberi komentar atau menulis ringkasan.
Menulis Karya Orisinal
Ilmuwan-ilmuwan Muslim sangat gigih dan intensif dalam menulis sebuah karya, mereka sangat produktif. Salah satu bukti kegigihan ilmuwan Muslim dalam menulis adalah at-Thabari, menurut laporan, beliau selalu menulis empat puluh halaman setiap hari selama empat puluh tahun. Karya-karya ilmiah yang dibuat dengan hati-hati dan intensif inilah yang menyebabkan nama-nama ilmuwan Muslim sangat terkenal ke seluruh penjuru dunia. Tidak hanya itu, karya-karya tersebut sangat berperan penting terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia Islam maupun dunia pada umumnya.
Menyalin dan Distribusi Buku
Pada masa ini, penyalinan buku memiliki fungsi yang serupa dengan percetakan di masa sekarang. Proses penyalinan buku dilakukan dengan cara menulis ulang seluruh isi buku, baik ditulis tangan oleh penulis aslinya atau ditulis tangan oleh orang lain. Saat menulis ulang, akan ada pihak yang mendiktekan isi buku sehingga prosesnya berjalan lebih mudah, biasanya pihak yang mendiktekan adalah para sarjana.
Proses distribusi buku dilakukan dengan cara mendirikan toko-toko buku sebagai tempat memasarkan atau menjual hasil salinan tadi, terdapat juga beberapa toko buku yang menyediakan ruangan khusus sewa bagi mereka yang ingin meneliti atau hanya sekedar membaca buku tersebut.
Rihlah dan Halwat
Rihlah merupakan kegiatan dimana seseorang mengunjungi pusat-pusat dunia dan membuat laporan mengenai apa yang terjadi pada tempat-tempat tersebut. Sedangkan halwat merupakan perjalanan yang dilakukan seseorang ke tempat mana saja, dengan tujuan mencari sebuah tempat yang tenang sehingga dapat dipakai untuk melakukan pelatihan jiwa dan/atau kontemplasi.
Diskusi Ilmiah dan Seminar
Biasanya kegiatan ilmiah ini dilakukan di berbagai tempat umum, seperti masjid, toko-toko, sudut-sudut kota, dan taman atau di rumah pribadi. Pada masa ini, terdapat dua jenis diskusi/seminar. Pertama, Royal Circle, diskusi ini diselenggarakan di lingkungan istana raja atau menteri, seluruh biaya diskusi ditanggung sepenuhnya oleh para penguasa. Kedua, majelis falsafi Abu Sulayman al-Sijistani, diskusi ini berlokasi di tempat tinggal milik al-Sijistani. Diskusi majelis falsafi lebih beragam karena berisi banyak orang dari etnik dan agama yang berbeda-beda.
Tradisi Kritik
Tradisi kritik sangat berperan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Melalui kritik, teori-teori yang sebelumnya telah ada dapat diketahui tingkat kesolidan dan koherensinya, sehingga hanya teori yang benar-benar solid dan koheren saja yang dapat bertahan, sedangkan yang lainnya tidak akan terpakai lagi. Dengan begitu, suatu teori akan terus diperbaiki hingga mencapai tingkat solid dan koheren yang baik.
Eksperimen
Ilmuwan-ilmuwan Muslim memiliki konsekuensi tidak mau menerima teori yang belum teruji, oleh sebab itu mereka melakukan kegiatan ilmiah berupa eksperimen untuk mengetahui absah atau tidaknya sebuah teori. Eksperimen ini dilakukan terhadap teori-teori yang sebelumnya belum pernah diuji keabsahannya.
Lembaga Pendidikan
Madrasah
Madrasah berkembangan dengan pengajaran yang makin maju. Fokus pengajaran pada madrasah adalah terkait ilmu agama seperti ilmu fiqh (hukum Islam) dan teologi (ilmu Kalam), namun di madrasah tertentu kajian yang lebih terbuka juga dapat didapatkan, seperti ilmu Kalam, logika dan lain-lain.
Ada 2 Madrasah yang terkenal yakni Madrasah Nizhamiyah yang didirikan oleh Nizham Al Mulk (1018-1092) beberapa tempat seperti Thus, Syiraz, Naishyapur, dan yang terbesar ada di Baghdad. Di Madrasah ini negara memberikan banyak biaya untuk pendirian, pemeliharaannya dan juga untuk beasiswa, pensiun dan ransum bagi mahasiswa. Mahasiswa dibebaskan dibebaskan dari bayaran spp dan juga diberi biaya hidup sehari-hari dari negara. Madrasah kedua yang terkenal adalah madrasah Mustanshiriyyah yang didirikan oleh Khalifah Mustanshir pada abad ke 13, tujuan pendirian dari madrasah ini adalah untuk menggantikan kemunduran sekolah tinggi Nizhamiyah yang didirikan 2 abad sebelumnya. Adapun keterlibatan Khalifah adalah dari kenyataan bahwa ia selalu berkunjung ke madrasah untuk memeriksa nya dan ia bahkan menyediakan taman pribadinya untuk dibangun sebuah manzharah agar ia bisa melihat sekolah tersebut dari jendela yang ada di sana.
Akademi
Lembaga pendidikan yang akan dibahas selanjutnya adalah akademi, akademi seperti madrasah tingkat tinggi yang biasanya dibangun oleh penguasa yang ingin membantu kemajuan ilmu. Kegiatan yang biasa diselenggarakan adalah kegiatan ilmiah seperti menulis buku, menerjemahkan manuskrip, menulis komentar, berdiskusi dan kegiatan lainnya.
Ada 2 Akademi yang menonjol yakni Bayt al-Hikmah dan Dar al-Hikmah. Bayt al-Hikmah didirikan oleh khalifah 'abbasiyah al-ma'mun, tetapi pondasi nya telah dibangun ke oleh ayahnya harun al-rasyid sebagai sebuah pusat riset dan penerjemah. Al-ma'mun memberikan dan yang banyak pada pusat pendidikan ini, tanpa Al-ma'mun akademi terbesar di ba'da tersebut mungkin tidak pernah terwujud. Akademi ini merupakan tempat bagi para penerjemah karyo kuno khususnya yunani persia dan hindia ke dalam arab oleh para ilmuwan terbesar masa itu.
Dar al-Hikmah didirikan oleh al Hakim (996-1021) yang merupakan khalifah fatimiyah di kairo mesir. Al hakim adalah sebuah academy yang bermodalkan institusi pra islam yang dinamai mirip dengan nama academy al ma'mun. Akademi ini memiliki perpustakaan sendiri yang bukunya dari berbagai sumber perpustakaan istana. Di akademi ini disediakan kertas pulpen dan tinta untuk umum, akademi ini seringkali didatangi oleh berbagai kelas masyarakat untuk membaca, menulis dan mendapat pengajaran peneliti.
Perpustakaan
Perpustakaan merupakan sarana ilmiah yang ada di dunia islam dan telah memainkan peranan yang penting terutama dalam penyebaran dan pelestarian sumber keilmuan yang dikembangkan di dunia islam. Pada abad pertengahan umat islam khususnya para khalifah dan orang yang berada sangat gemar dan semangat terhadap buku. Dunia ilmu dan buku memiliki kedudukan yang tinggi, karena itulah banyak dari mereka mendirikan perpustakaan.
Al-Qalqasyandi menyatakan bahwa ada tidak perpustakaan besar di dunia islam yaitu perpustakaan abbasiyah di baghdad, fatimiyah di mesir dan perpustakaan umayyah di cordoba. Perpustakaan di baghdad yang dimaksud adalah bayt hikmah yang didirikan al ma'mun, bayt hikmah bisa dikatakan sebagai perpustakaan yang menyimpan banyak karya agung dan langka dengan sejumlah buku, barangkali paling besar pada saat itu.
Perpustakaan di mesir yang dimaksud adalah dar al hikmah, selain sebagai academy dar al hikmah juga sebagai perpustakaan yang memiliki koleksi sangat banyak, selain alquran, yang ada di perpustakaan itu seperti buku ilmu ilmu hukum tata bahasa retorika sejarah biografi astronomi dan ilmu kimia. Perpustakaan yang bertempat di andalusia yang dimaksud adalah perpustakaan yang didirikan oleh khalifah khalifah umayyah yang ada di andalusia. Perpustakaan tersebut berada di dalam istana cordoba.
Observatorium
Observatorium adalah sarana pemikiran ilmiah non formal khususnya di berkaitan dengan astronomi. Catatan awal tentang observasi astronomi di dunia islam kembali ke tahun 800 ketika ahmad al nahawandi melakukan observasi terhadap matahari di jundishapur di persia. Pendirian Observatorium sebagian lembaga ilmiah baru dilakukan setelah beberapa abad kemudian.
Terkadang Observatorium dibangun untuk seseorang astronom atau bisa disebut individu tetapi sejak dibangunnya Observatorium maraghah pada tahun 1259 sejarah observatorium memasuki tahap baru, nashir al-din thusi (w. 1274) setelah berhasil mengubah Observatorium dari konsen individual menjadi lembaga ilmiah di mana sekelompok sarjana bekerja sama dan kelestariannya tidak tergantung pada individu.
Sama halnya dengan akademi, Observatorium adalah tempat yang mendukung bagi kajian ilmu-ilmu non agama. Sebagai pendidikan non formal Observatorium telah berhasil meluruskan beberapa astronom besar.
Rumah Sakit
Kehadiran rumah sakit sangat penting karena aplikasinya yang praktis kepada kesehatan sang penguasa, rumah sakit penting untuk memastikan kesehatan para penguasa. Rumah sakit dikatakan sebagai tempat pengobatan, bukan hanya bagi orang yang sakit fisik tetapi juga bagi orang-orang yang secara mental sakit selain itu rumah sakit yang lebih besar dan terkenal mempunyai kamar-kamar khusus untuk penderita penyakit mental.
Di antara abad ke-13 dan 15 ada enam rumah sakit yang didirikan di damaskus salah satu yang terkenal adalah rumah sakit nuri di mana ibnu nafis bekerja dan melakukan riset. Rumah sakit islam juga mementingkan kebersihan dan orang-orang islam juga mengembangkan metode inovatif untuk mendaur ulang dan membersihkan udara air juga disaring dan didaur ulang rumah sakit sangat sistematis dan dalam bangunan maupun operasinya
Zawiyah
Zawiyyah adalah pusat latihan sufi yang penting karena menjadi pusat pendidikan formal setelah inflasi mongol, zawiyyah penting sebagai lembaga pendidikan karena fungsi gandanya sebagai madrasah dan juga pusat latihan spiritual di mana bukan hanya ilmu-ilmu esoterik dari saja yang dipelajari tapi juga ilmu-ilmu esoterik.
G. Sistem Pendidikan
Salah satu yang menunjang kemajuan ilmu adalah sistem pendidikan, kemajuan ilmu banyak dipengaruhi oleh sistem pendidikan yang diterapkan oleh para pendidik yang termasuk dalam sistem pendidikan yakni Motivasi Mencari Ilmu, Peranan guru dan hubungannya dengan murid, Metode belajar-mengajar, Klasifikasi ilmu dan terakhir Kurikulum.
Motivasi Menuntut Ilmu
Motivasi menuntut ilmu sangat berpengaruh terhadap kualitas ilmu yang dituntut, motivasi yang rendah tentu akan menghasilkan ilmu yang cetek karena ilmu tidak dituntut untuk tujuan ilmu itu sendiri tetapi hanya sekedar sarana untuk mencapai tujuan yang lain akibatnya pencarian ilmu tidak akan mencapai intensitas yang dalam.
Dalam tradisi ilmiah islam yang mau dituntut untuk mencari kebenaran yaitu mencari tahu tentang sesuatu yang sebenar-benarnya maka dari itu tidak heran kalau ilmu dipahami sebagai pengetahuan tentang sesuatu sebagaimana adanya mengetahui sesuatu sebagaimana adanya tentu mempunyai implikasi yang luas dan mendalam terhadap pencarian ilmu. Ilmu harus dicari karena karena tidak semua informasi benar dan sejati adanya oleh karena itu perlu pencarian yang serius akan kebenaran informasi.
Peranan Guru
Guru dalam sistem pendidikan Islam mempunyai jenjang-jenjang karir yang berbeda. Setidaknya ada enam jenjang guru:
(1) Mualim (Guru Sekolah Dasar)
(2) Muaddib (Guru adab/Guru Sekolah Dasar dan Menengah)
(3) Mudarris (Asisten yang adalah seorang murid/ Asisten Profesor)
(4) Syekh (Guru Besar/mempunyai keunggulan akademis atau teologis)
(5) Ustadz (Guru agama pada tingkat dasar dan terakhir)
(6) Amam (Guru agama tertinggi.)
Peranan guru, dalam sistem pendidikan Islam sangat penting, karena tidak ada sarjana yang tidak memiliki guru. Ibnu Sina mengatakan tidak dapat lagi menemukan guru yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Tetapi tetap, pada awalnya, sebelum ia melakukan "otodidak", la juga berguru kepada beberapa guru dari berbagai disiplin ilmu yang ada pada saat itu. Peranan seorang guru dalam memajukan pendidikan dan pengetahuan murid dapat dibagi ke dalam 3 jenis. (1) mempersiapkan murid dengan alat-alat pengetahuan yang memadai, (2) mentransfer ilmu, dan (3) membimbing murid untuk pengembangan lebih lanjut. Pertama, mempersiapkan murid dengan ilmu-ilmu alat dasar yang sangat diperlukan sebagai persiapan ataupun fondasi bagi kajian berikutnya. tmu pengetahuan dasar yang sering diberikan kepada murid pada masa sekolah adalah al-Qur'an Hadits dan sastra, termasuk di dalam bahasa Arab. Inilah pelajaran-pelajaran dasar yang hampir secara universal diajarkan kepada murid-murid Muslim baik secara formal maupun informal. Hampir semua ilmuwan besar Musim seperti al-Kindi, al-Khawarizmi, al-Farabi, Ibnu Sina dan lain-lain telah mengenyam pendidikan dasar itu.
Metode Belajar-Mengajar
Metode belajar pada masa kejayaan ilmu pengetahuan Islam banyak tergantung pada jalur mana yang ditempuh, apakah jalur formal atau non-formal. Jalur formal adalah seperti yang ditempuh pada lembaga pendidikan formal seperti madrasah, sedangkan jalur non-formal adalah yang ditempuh pada pendidikan privat, apakah keluarga murid yang mengundang guru (seperti dalam kasus Ibnu Sina) atau seorang murid yang datang kepada seorang guru (seperti dalam kasus al-Farabi, atau Quthb al-Din Syirazi); atau juga otodidak, dan sebagainya.
Klasifikasi Ilmu
Sejak dari awal ilmuwan Muslim menaruh perhatian yang besar terhadap klasifikasi ilmu, karena dengan itu seorang sarjana akan mengetahui bidang-bidang keilmuan apa saja yang telah dikembangkan pada masanya. Klasifikasi ilmu sangat penting dalam mengarahkan minat ilmu seseorang, dengan mengenal berbagai bidang yang dapat dikembangankan manusia, mulai dari yang pokok (ushul)-sampai kepada cabang dan rantingnya (furu). Dengan demikian kita menyadari adanya hirarki ilmu dari yang pokok menuju yang cabang, dan mengerti juga antar hubungan mereka.
Menurut S.H. Nasr, tidak seperti di Barat modern, dimana ilmu berdiri secara random, dalam tradisi ilmiah Islam ilmu mengenal hirarki, yang ditentukan kedudukannya oleh objek yang diselidikinya. Semakin tinggi keberadaan objeknya maka semakin tinggi derajat ilmu tersebut. Dengan demikian kita mengenal kelompok ilmu yang semakin meninggi, dari kelompok ilmu fisika, di urutan paling bawah, ke matematika, di urutan menengah, sampai ke ilmu-ilmu metafisika yang berada di puncak hirarki, dengan teologi yang membahas Tuhan sebagai puncaknya. Oleh karena itu ketiga kelompok ilmu tersebut selalu ada dalam setiap klasifikasi ilmu.
Klasifikasi ilmu seperti yang telah disebutkan diatas juga merupakan dasar bagi pandangan ilmu holistik, integral, yang meliputi bukan hanya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan entitas-entitas fisik, seperti pada klasifikasi Ilmu modern, tetapi juga entitas-entitas non-fisik yang meliputi wilayah matematik dan metafisik. Tidak ada satu objek pun yang boleh ditinggal dalam klasifikasi ilmu holistik seperti itu.
Dengan sistem klasifikasi ilmu yang telah diadaptasi dengan ajaran pokok Islam (syari'ah), maka umat Islam dapat menggabungkan dengan baik dua sumber utama ilmu yaitu yang berasal dari wahyu dan yang berasal dari akal, atau antara Ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu sekuler (umum), dan dapat dikatakan telah melakukan apa yang disebut dengan Islamisasi Ilmu pengetahuan, di mana ilmu-ilmu yang bersumber dari sumber luar, khususnya Yunani, diasimilasi dan diadaptasi agar dapat masuk (cocok) dengan pandangan atau kerangka pikir keagamaan Islam.
Arti penting klasifikasi ilmu ini adalah untuk memudahkan penyusunan kurikulum dari ilmu yang ingin diajarkan kepada murid. Sebagai ilustrasi dari klasifikasi ilmu yang berdampak positif pada kurikulum yang dibangun, yaitu yang diberikan oleh Ibnu Khaldun, yang menulis klasifikasi ilmu setelah ilmu-ilmu mencapai tingkat kematangannya, dan karena itu lebih komprehensif. Dalam kitabnya yang terkenal, al-Muqaddimah Ibnu Khaldun membagi ilmu ke dalam dua kategori besar
Ilmu-ilmu Naqliyyah (Transmitted Science) yang terdiri dari:
(1) Tafsir al-Qur'an dan Hadits
(2) Ilmu fiqih (fiqh, faraidh dan ushul fiqh.)
(3) Ilmu Kalam
(4) Tafsir ayat-ayat Mutasyabihat
(5) Tasawuf
(6) Tabir Mimpi (Ta'bir al-Ru'yah)
Ilmu-ilmu Aqliyyah (Rational Science) yang terdiri dari:
(1) Ilmu Logika, yang terdiri dari Burhan (Demonstrasi); Jadal (Dialektika, Topika); Khitabah (Retorika); Syir (Pulsik); dan Safsathah (Sofistik).
(2) Fisika, yang terdiri dari Mineralogi, Botani, Zoologi, Kedokteran dan Ilmu Pertanian.
(3) Matematika, terdiri dari Aritmatika (Kalkulus, Aljabar), Geometri (Figur Sferik, Kerucut, Mekanika, Surveying, Optik) dan Astronomi.
(4) Metafisika, terdiri dari Ontologi, Teologi, Kosmologi dan Eskatologi.
Selain itu ada kelompok ilmu-ilmu praktis yang meliputi etika, ekonomi dan politik. Ibnu Khaldun juga merupakan bapak sosiologi Islam yang telah melahirkan sebuah disiplin ilmu sosial yang disebut ilmu budaya (ulum al-umran) atau yang biasa kita sebut "sosiologi yang meliputi
1. Sosiologi secara umum
2. Sosiologi Politik
3. Sosiologi Ekonomi
4. Sosiologi Kota
5. Sosiologi limus
5. Kurikulum
Kurikulum dalam arti semua mata pelajaran yang ditawarkan oleh sebuah lembaga pendidikan atau mata pelajaran tertentu, dalam sebuah bidang yang khusus, tentu sangat penting dalam sebuah sistem pendidikan karena kurikulum inilah yang akan menentukan dan mengarahkan keahlian apa yang diharapkan dapat dicapai oleh murid. Dengan demikian kurikulum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi orang tua murid dalam memilih bidang apa yang akan diberikan kepada anaknya.
Dalam mendiskusikan tentang kurikulum ini, terlebih dahulu kita bagi antara kurikulum yang ditawarkan di lembaga-lembaga pendidikan formal, khususnya madrasah yang pada umumnya lebih menekankan mata pelajaran mata pelajaran agama (naqliyah), dan yang biasanya diberikan oleh guru-guru dari bidang tertentu, khususnya kelompok ilmu-ilmu rasional (aqliyah). Meskipun mungkin tidak sepenuhnya universal, tapi kurikulum yang digambarkan oleh Toby Huff mungkin dapat mewakili kurikulum dari mata pelajaran-mata pelajaran agama di madrasah-madrasah.
Adapun kurikulum non-formal untuk mata kuliah atau bidang ilmu-ilmu rasional bisa kita lihat dari klasifikasi ilmu-ilmu filsafat yang disusun oleh Abu Sahl dalam bukunya Fi Ashnaf al-Ulum dan mata pelajaran-mata pelajaran yang dipelajari oleh Ibnu Sina, pertama melalui gurunya, tetapi kemudian secara otodidak, seperti yang ditulis ibnu Sina dalam otobiografinya.
H. Perkembangan Al-Quran
Bagaimana memahami Al-Quran di masa kini
Seseorang tidak dapat membenarkan sebuah teori ilmiah baru/penemuan baru dengan ayat ayat Al-Quran. Dan hal ini pun memunculkan sebuah pertanyaan: apakah kita harus memahami al-quran seperti para sahabat nabi ataupun orang tua kita terdahulu? Tidak, memang sebagai muslim kita wajib mempelajari dan memahami Al-Quran, tetapi bukan berarti kita harus memahaminya sebagaimana dengan pemahaman orang-orang dahulu kala. Meskipun demikian, bukan berarti bahwa setiap Muslim (siapa saja) dapat mengeluarkan pendapatnya mengenai ayat-ayat Al-Quran tanpa memenuhi syarat-syarat yang dibutuhkan untuk hal tersebut. Setiap muslim yang memenuhi syarat wajib bagi mereka untuk memahami al-quran, karena ayat-ayat alquran tidak diturunkan khusus untuk orang arab pada zaman rasulullah ataupun pada abad ke duapuluh saat ini melainkan untuk seluruh umat hingga terjadinya hari kiamat. Abbas Mahmud Al-'Aqqad pernah mengatakan "Kita berkewajiban memahami Al-Quran di masa sekarang ini sebagaimana wajibnya orang-orang Arab yang hidup di masa dakwah Muhammad saw”.
Berpikir secara kontemporer bukan berarti menafsirkan Al-Quran sesuai dengan teori-teori ilmiah atau penemuan-penemuan baru. Kita dapat menggunakan pendapat para cendekiawan dan ulama, serta hasil percobaan dan pengalaman para ilmuwan dan mengasah otak dalam memahami ayat-ayat al-quran tanpa adanya hipotesis atau pantangan. Contohnya, zaman dahulu hingga sekarang, para ulama menafsirkan kata al-‘alaq sebagai segumpal darah yang beku. Bahkan terjemahan dalam bahasa Inggrisnya pun adalah the clot: darah yang setengah beku. Apabila seseorang mempelajari embriologi dan percaya akan kebenaran Al-Quran, maka orang tersebut sulit menafsirkan kalimat al-'alaq dengan segumpal darah yang beku. Menurut embriologi, proses kejadian manusia terbagi dalam tiga periode:
Periode ovum: Dimulai saat fertilisasi hingga terbentuk zigot. Setelah itu zigot membelah diri dan seterusnya melekat dan masuk ke dinding Rahim.
Periode embrio: Awal pembentukan organ, tetapi belum terbentuk secara sempurna atau sama sekali tidak terbentuk, misalnya jika hasil pembelahan zigot tidak bergantung atau berdempet pada dinding Rahim, maka dapat menyebabkan keguguran/ lahir dengan cacat bawaan.
Periode fetus: Periode perkembangan dan penyempurnaan organ-organ tadi sampai waktu kelahiran.
Dalam membicarakan al-'alaq yang diartikan dengan segumpal darah terdapat pertentangan antara penafsiran tersebut dengan hasil penyelidikan ilmiah. Karena periode ovum terdiri atas ektoderm, endoderm dan rongga amnion, yang terdapat di dalamnya cairan amnion. Unsur-unsur tersebut tidak mengandung komponen darah. Dari titik tolak ini mereka menolak penafsiran al-'alaq dengan segumpal darah, cair atau beku. Tetapi mereka berpendapat bahwa al-alaq adalah sesuatu yang bergantung atau berdempet. Penafsiran ini sejalan dengan pengertian bahasa Arab, dan sesuai pula dengan embriologi yang dinamai implantasi. Bahasa Arab tidak menjadikan arti al-'alaq khusus untuk darah beku, tetapi salah satu dari artinya adalah bergantungan atau berdempetan.
Al-Quran di tengah perkembangan ilmiah
Ilmu, Al-Quran menggunakan kata 'ilm dalam berbagai bentuk dan artinya sebanyak 854 kali, diantaranya sebagai "proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan" (QS 2:31- 32) Sementara itu, ahli keislaman berpendapat bahwa ilmu menurut Al-Quran mencakup segala macam pengetahuan yang berguna bagi manusia dalam kehidupannya, baik masa kini maupun masa depan; fisika atau metafisika. Berbeda dengan klasifikasi ilmu pada zaman sebelum-sebelumnya, pemikir Islam abad XX, khususnya setelah Seminar Internasional Pendidikan Islam di Makkah pada tahun 1977, mengklasifikasikan ilmu menjadi dua kategori:
Ilmu abadi (perennial knowledge), berdasarkan wahyu Ilahi yang tertera dalam Al Quran dan Hadits serta segala yang dapat diambil dari keduanya.
Ilmu yang dicari (acquired knowledge) termasuk sains kealaman dan terapannya yang dapat berkembang secara kualitatif dan penggandaan, variasi terbatas dan pengalihan antarbudaya selama tidak bertentangan dengan Syari'ah sebagai sumber nilai.
Terdapat salah satu perbedaan al-quran dengan sains. Al-Quran menyatakan bahwa objek ilmu meliputi batas-batas alam materi (physical world), karena itu dapat dipahami mengapa Al-Quran di samping menganjurkan untuk mengadakan observasi dan eksperimen (QS 29:20), juga menganjurkan untuk menggunakan akal dan intuisi (antara lain, QS 16:78). Hal ini terbukti karena, menurut Al-Quran, ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindera, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi ataupun eksperimen seperti yang ditegaskan oleh firman-Nya: Maka Aku bersumpah dengan apa-apa yang dapat kamu lihat dan apa-apa yang tidak dapat kamu lihat (QS 69:38-39). Dan, Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari satu tempat yang tidak dapat kamu melihat mereka (QS 7:27). Dan hal ini membuktikan keterbatasan ilmu manusia (QS 17:85). Kebanyakan manusia hanya mengetahui fenomena. Mereka tidak mampu menjangkau nomena (QS 30:7).
Saat ini, secara umum dapat dibuktikan bahwa ilmu tidak mampu menciptakan kebahagiaan manusia. Ia hanya dapat menciptakan pribadi-pribadi manusia yang bersifat satu dimensi, sehingga walaupun manusia itu mampu berbuat segala sesuatu, namun sering bertindak tidak bijaksana, bagaikan seorang pemabuk yang memegang sebilah pedang, atau seorang pencuri yang memperoleh secercah cahaya di tengah gelapnya malam. filosof Muhammad Iqbal, menyadari dampak negatif perkembangan ilmu dan teknologi. Beliau menulis: "Kemanusiaan saat ini membutuhkan tiga hal, yaitu penafsiran spiritual atas alam raya, emansipasi spiritual atas individu, dan satu himpunan asas yang dianut secara universal yang akan menjelaskan evolusi masyarakat manusia atas dasar spiritual."
Yang tak kalah menarik untuk dibahas dalam Al-Quran dan ilmu pengetahuan yaitu kandungan ayat-ayatnya di tengah perkembangan ilmu. Dan memang terbukti, bahwa banyak ayat-ayat Al-Quran yang berbicara tentang hakikat-hakikat ilmiah yang tidak dikenal pada masa turunnya, namun terbukti kebenarannya di tengah-tengah perkembangan ilmu, seperti: Teori tentang expanding universe (kosmos yang mengembang) (QS 51:47). Matahari adalah planet yang bercahaya sedangkan bulan adalah pantulan dari cahaya matahari (QS 10:5). Pergerakan bumi mengelilingi matahari, gerakan lapisan-lapisan yang berasal dari perut bumi, serta bergeraknya gunung sama dengan pergerakan awan (QS 27:88). Zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam mengubah tenaga radiasi matahari menjadi tenaga kimia melalui proses fotosintesis sehingga menghasilkan energi (QS 36:80). Dan masih banyak lagi ayat-ayat al-quran yang berbicara tentang hakikat ilmiah lainnya, sehingga sangat tepat kesimpulan yang dikemukakan oleh Dr. Maurice Bucaille dalam bukunya Al-Qur'an, Bible dan Sains Modern, bahwa tidak satu ayat pun dalam Al-Quran yang bertentangan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
J. Al-Quran Berdasarkan Akal dan Wahyu
Akal
Al-Quran telah memberitakan mengenai fenomena alam. Ada tiga hal yang disebutkan dalam alquran yaitu :
Al-Quran memerintahkan manusia untuk mempelajari alam semesta dan seluruh isinya,
Mempelajari alam beserta hukum-hukum yang ikut serta di dalamnya. diantaranya bahwa alam raya tidak dapat di sembah dan ada hal-hal umum dan hal terkait alam
Reaksi ayat kauniyyah bersifat teliti, alami dan padat.
Mendirikan shalat merupakan gambaran dari hubungan yang baik dengan Allah, sedangkan menunaikan zakat merupakan gambaran dari keharmonisan hubungan dengan sesama manusia. ma’ruf nahi munkar adalah kebaikan yang disenangi agama dan keburukan yang dilarang agama. Dari gabungan itu semua, seseorang yang diberi kedudukan oleh Allah untuk mengelola suatu wilayah, ia berkewajiban untuk menjadikan suatu masyarakat yang hubungannya dengan Allah baik, kehidupan masyarakatnya harmonis, dan agama, akal dan budayanya terpelihara. Kunci berikutnya yang Allah berikan adalah: Janganlah meminta untuk tergesa-gesa. Sayangnya, manusia bertabiat tergesa-gesa, seperti ditegaskan Tuhan ketika menceritakan peristiwa Isra' ini, Adalah manusia bertabiat tergesa-gesa (QS 17:11). Ketergesa-gesaan inilah yang antara lain menjadikannya tidak dapat membedakan antara:
(a) Segala sesuatu yang mustahil menurut akal dan kewajiban,
(b) yang tidak dipahami akal, dan
(c) yang rasional dan irasional dengan yang suprarasional.
Pertama ditemukan petunjuk untuk melaksanakan shalat lima waktu (pada ayat 78). Dan shalat merupakan inti dari peristiwa Isra' dan Mi'raj. Shalat pada hakikatnya kebutuhan mutlak untuk mewujudkan manusia seutuhnya, kebutuhan akal pikiran dan jiwa manusia, sebagaimana ia merupakan kebutuhan untuk mewujudkan masyarakat yang diharapkan oleh manusia seutuhnya. Shalat untuk mengontrol pikiran dan akal manusia. Shalat pula menggambarkan tata inteligensia semesta secara utuh, yang sepenuhnya diawasi dan dikendalikan oleh suatu kekuatan Yang maha Agung dan Maha Mengetahui, Tuhan Yang Maha Esa. Maka baik shalatnya baik pula akal dan pikirannya.
b. Wahyu
Kewajiban belajar telah disebutkan dalam al quran sebagaimana tertera pada wahyu pertama yaitu "Bacalah demi Tuhanmu yang telah menciptakan". Keistimewaan manusia yang menjadikan para malaikat diperintahkan sujud kepadanya adalah karena makhluk ini memiliki pengetahuan (QS 2:31-34). Lelaki dan perempuan diperintahkan untuk menimba ilmu sebanyak mungkin, mereka semua dituntut untuk belajar: Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim (dan Muslimah).
Dari Al-Quran kita menemukan penjelasan bahwa wahyu-wahyu Allah itu diturunkan pada Laylat Al-Qadr, tetapi umat sepakat mempercayai bahwa Al-Quran telah sempurna dan tidak ada lagi wahyu setelah wafatnya Nabi Muhammad saw., karena itu ada yang berpendapat bahwa malam mulia itu sudah tidak akan hadir lagi. Kemuliaan yang diperoleh dikarenakan ia terpilih menjadi malam turunnya Al-Quran. Pakar hadis, Ibnu Hajar, menyebutkan satu riwayat dari penganut paham di atas yang menyatakan bahwa Nabi saw. pernah bersabda bahwa malam qadar sudah tidak akan datang lagi.
BAB 3
PENUTUP
Simpulan
Hubungan antara Al-Quran dengan ilmu pengetahuan terletak pada sisi "social psychology" nya bukan pada sisi "history of scientific progress". Al-Quran juga membentuk suatu iklim baru yang dapat membantu manusia dalam mengembangkan akal dan pikirannya, serta menyingkirkan sesuatu yang membuat kemajuan terhalangi.
Kemajuan umat Muslim di bidang ilmu pengetahuan terjadi karena beberapa faktor, yaitu dorongan agama, apresiasi masyarakat, dan patronase. Berkembangnya ilmu pengetahuan membuat banyak kegiatan ilmiah terjadi, seperti menerjemahkan, berburu manuskrip, eksperimen, menulis karya orisinal, dan masih banyak lagi.
Selain itu, pembangunan lembaga pendidikan juga menandakan adanya kemajuan umat Muslim di bidang ilmu pengetahuan. Lembaga pendidikan yang berhasil didirikan di antaranya adalah madrasah, akademi, rumah sakit, perpustakaan, observatorium, dan zawiyah.
DAFTAR PUSTAKA
Kertanegara, Mulyadi. 2006. Reaktualisasi Tradisi Ilmiah Islam. Brunei Darussalam: Baitul Ihsan
Shihab, Quraish. 1996. Membumikan Al-Qur’an. Jakarta: Penerbit Mizan
Comments
Post a Comment