By Kompas.com
Ada dua provinsi
berstatus daerah Istimewa di Indonesia, yaitu Yogyakarta dan Aceh. Penyebutan
keduanya, yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh Lalu,
mengapa dua daerah tersebut berstatus sebagai daerah istimewa?
Daerah
Istimewa Aceh
Aceh mendapatkan
status sebagai Daerah Istimewa Aceh pada tanggal 26 Mei 1959, sebutan lengkapnya
Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Predikat tersebut membuat Aceh memiliki hak-hak
otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan penndidikan. Stastus tersebut
dikukuhkan dalam Undang-undang nomor 18 Tahun 1965. Sejarah Provinsi Aceh Aceh
merupakan daerah incaran bangsa barat. Kondisi ini mulai terlihat dalam penanda
tanganan Traktat London dan Traktat Sumatera, antara Inggris dan Belanda.
Mereka ingin menguasai Sumatera. Saat, Belanda menyatakan perang dengan Aceh
dalam Perang Sabi dan berhasil memenangkan perang tersebut. Aceh secara
administrasi masuk ke dalam Hindia Timur Belanda sebagai provinsi. Sejak 1937,
Aceh berubah menjadi
keresidenan hingga kekuasaan kolonial di Indonesia berakhir. Kemudian,
peperangan Jepang pada 1942. Peperangan ini berakhir dengan menyerahnya Jepang
pada Sekutu pada 1945. Pada zaman Kemerdekaan sumbangan Aceh besar, hingga
Presiden Soekarno menjulukinya sebagai Daerah Modal. Saat terjadi agresi
militer Belanda terhadap Republik Indonesia, Keresidenan Aceh, Langkat, dan
Tanah Karo ditetapkan sebagai daerah milter yang berkedudukan di Kutaraja
(Banda Aceh sekarang). Meski begitu, Aceh masih berbentuk keresidenan.
Pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948 yang
menetapkan Sematera menjadi 3 provinsi otonom, yaitu Sumatera Utara, Sumatera
Tengah, dan Sumatera Selatan. Aceh masuk ke bagian Provinsi Sumatera Utara. Pada
akhir 1949, Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatera Utara, lalu
statusnya ditingkatkan menjadi Provinsi Aceh. Aceh sempat kembali menjadi
karesidenan pada 1950. Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya gejolak
politik yang berakibat terganggunya stabilitas keamanan. Keinginan Aceh untuk
kembali menjadi provinsi ditanggapi pemerintah hingga dikeluarkan Undang-undang
Nomor 24 Tahun 1956.
Demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,
melalui misi Perdana Menteri Hardi yang dikenal dengan Missi Hardi pada 1959
dilakukan pembicaraan terkait gejolak politik. Dengan keputusan Perdana Menteri
Nomor I/MISSI/1959, pada tanggal 26 Mei 1959, Provinsi Aceh berstatus Daerah
Istimewa yang memiliki hak-hak otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan
pendidikan.
Daerah
Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi. Statusnya sebagai
daerah istimewa tidak lain berdasarkan sejarah berdirinya provinsi ini, baik
sebelum atau sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia Pada saat Proklamasi
Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengontak
Presiden Soekarno, menyatakan bahwa daerah Kasultanan Yogyakarta dan daerah
Pakualaman menjadi wilayah Negara Republik Indonesia.
Kedua kerajaan ini
bergabung untuk mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan
Hamengku Buwono IX sebagai kepala daerah dan Sri Paku Alam VIII sebagai wakil
kepala daerah. Mereka bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Dasar hukum Daerah Istimewa Yogyakarta: Piagam 19 Agustus 1945 dari Presiden
Soekarno yang menjelaskan kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku
Alam VIII yang mendukung lahirnya Republik Indonesia. Piagam ini lahir setelah
Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan telegram ucapan selamat sekaligus
mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia. Piagam dari Presiden
Soekarno baru diberikan pada 6 Septemebr 1945. Amanat Sri Sultan Hamngeku
Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945.
Amanat ini dibuat
sendiri-sendiri secara terpisah. Dalam amanat itu disebutkan Kesultanan
Ngayogyakarta dan Pakualaman menjadi bagian Republik Indonesia dengan nama
Daerah Istimewa Yogyakarta. Lalu, Amanat ke dua Sri Sultan Hamengku Buwono IX
dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 yang dibuat bersama dalam
satu naskah. Dalam amanat tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku
Alam VIII menyatakan bahwa untuk pelaksanaan pemerintah di Daerah Istimewa
Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam
VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional. Sejarah Yogyakarta dan
Pemerintahan Sebelum Kemerdekaan Dalam Babad Gianti disebutkan Yogyakarta atau
Ngayogyakarta merupakan nama yag diberikan Paku Bowono II (raja Mataram pada
1719-1729) Kedua nama tersebut memiliki arti yang hampir serupa, Yogyakarta
berarti Yogya yang kerta artinya Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta
Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama.
Yogyakarta juga
diterangkan dalam Epos Ramayana, Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota
Sanskrit Ayodhya. Sebelum Indonesia merdeka Yogyakarta telah memiliki
pemerintahan, yaitu Kesultanan dan Kadipaten Pakualaman. Di masa penjajahan
Hindia Belanda, pemerintahan Yogyakarta bernama Zelfbesturende Landschappen
atau pemerintahan swapraja. Di masa, kemerdekaan daerah pemerintah tersebut
bernama Daerah Swapraja. Sementara, Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat
berdiri pada 1755 yang didirikan oleh Pangeran Mangkubumi. Ia bergelar Sultan
Hamangku Buwono I. Sedangkan, Kadipaten Pakualaman berdiri pada 1813 yang
didirikan oleh Pangeran Notokusumo yang tidak lain merupakan saudara Sultan
Hamengku Buwowno II. Pangeran Notokusumo bergelar Adipati Paku Alam I. Pemerintah
Hindia Belanda mengakui Kesultanan maupun Pekualaman sebagai kerajaan yang
berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Pengakuan ini dinyatakan dalam kontrak
politik. Terakhir kontrak politik Kesultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No
47, sedangkan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 no 577. Kontrak
politik berarti setiap raja yang naik tahta harus mendapatkan restu dengan
menandatangani kontrak politik dari pihak Hindia Belanda. Dengan kata lain,
cara ini dilakukan supaya Yogyakarta tetap dalam kendali Pemerintah Hindia
Belanda.
Sumber: www.jogjakota.go.id,
www.kratonjogja.id, www.jogjaprov.go.id, www.jogjakota.go.id,
dpad.jogjaprov.go.id, dan ppid2.acehprov.go.id
Comments
Post a Comment