Skip to main content

[Cerbung] Sang Kombatan (14)

 USAI salat Magrib berjamaah yang diimami oleh Teungku Muhammad Nur, Saridin membuat rapat dadakan. Ia memanggil kami semua untuk berkumpul di ruang tamu.

Sedangkan beberapa anggota pasukan berjaga-jaga di sekitar ‘markas’ dadakan kami. Satu orang di antaranya malah diutuskan untuk ngopi bersama tentara republik.

Pos TNI berada di Simpang Kandang. Lokasi ini hanya berjarak sekitar 300 meter dari Desa Meunasah Mee, Kemukiman Kandang, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, lokasi markas kami. Tujuannya, agak ia mengetahui bila TNI melakukan patroli serta informasi lainnya.

“Malam ini kita tidak bisa tidur satu tempat. Perintah Ayah Kuari, kita diminta menyebar ke rumah-rumah penduduk. Ini agar TNI tak curiga,” ujarnya membuka percakapan. Ayah Kuari merupakan Panglima Daerah 2 Pase.

“Apakah aman dengan keputusan itu? Bukankah sangat riskan jika lokasi tempat menginap kita nanti dibocorkan kepada TNI?” ujar Teungku Muhammad Nur. Sedangkan yang lain terdiam.

“Kalau bocor, bisa terjadi perang kota. Kandang daerah padat penduduk. Kalau perang, masyarakat sipil yang bakal jadi korban,” kata Teungku Muhammad Nur lagi. Kekhawatiran Teungku M. Nur memang sangat beralasan. Ini karena Kandang hanya berjarak 3 kilometer dari Kota Lhokseumawe. Penduduknya padat. Kalau perang pecah, maka sulit untuk meloloskan diri. Tetapi Saridin sepertinya punya pendapat lain.

“Tidak. Saya jamin tidak. Jangan pernah kalian ragukan kesetiaan masyarakat Kandang terhadap Nanggroe. Jika seandainya seluruh rakyat Aceh sudah berpihak ke Republik, maka masyarakat Kandang berada di urutan terakhir,” kata Saridin.

Apa yang dikatakan oleh Saridin memang benar adanya. Sikap perlawanan masyarakat Kandang ke Republik bisa dilihat dengan banyaknya tokoh Tentara Nanggroe yang berasal dari Kandang.

Sebut saja Bang Jex, mantan Kepala Polisi GAM Pase. Ia meninggal kira-kira setahun sebelum darurat militer diterapkan. Sosok itu kemudian digantikan oleh Teungku Ni. Bang Jex berasal dari Kandang.

Kemudian ada sosok Ahmad Kandang selaku mantan Komandan Operasi Tentara Nanggroe Wilayah Pase. Ia juga meninggal sebelum darurat militer diterapkan oleh Megawati. Posisi Ahmad Kandang kemudian digantikan oleh Ayah Saridin.

Ada juga sosok Nek Dan, tokoh GAM dari era 90-an. Biarpun tak memiliki jabatan strategis, keberadaan Nek Dan dalam kebijakan Tentara Nanggroe sangat diperhitungkan.

Terakhir, ada Jamal selaku logistik Tentara Nanggroe di Pase. Ia juga cukup diperhitungkan oleh lawan.

“Baik lah kalau begitu. Saya ikut keputusan dari Ayah Kuari. Saya percaya kepadamu Saridin untuk menempatkan mereka di rumah yang aman,” ujarku. Saridin mengangguk.

Malam itu, ternyata ada belasan anggota pasukan dari Pase dan Peureulak yang sedang berada di kawasan Kandang. Usai didata, kami kemudian diantar ke rumah-rumah penduduk. Per rumah ditempatkan 2 orang. Kami menyebar dari Desa Meunasah Mee, Keude Dua, Meunasah Mamplam, Meunasah Mayang hingga Meunasah Blang.

Aku sendiri menginap di salah satu rumah penduduk di Desa Meunasah Mee. Aku sekamar dengan Saridin.

“Besok kita kumpul lagi di sini. Isya Allah, malam ini kita aman,” ujar Saridin sebelum bubar tadi.

Di rumah penduduk, kami ternyata malah diberikan kamar khusus. Lengkap dengan kasur empuk dan bantal guling. Sang penghuni rumah juga mengganti seprei baru saat kami tiba. Aku tersenyum ke arah Saridin.

“Sudah aku bilang kan. Orang Kandang paling setia terhadap perjuangan Nanggroe. Isya Allah seperti ini selamanya,” katanya. Aku mengangguk tanda percaya.

Sebelum tidur, Saridin juga memberikan informasi lain kepadaku. “Jamal sebenarnya sudah berada di Kandang. Ia tiba dua hari sebelum kedatanganmu. Saat ini ia berada di pesisir. Mungkin ia masih ingin menyendiri pasca perang yang menewaskan banyak anggota pasukannya di daerah Panton Labu,” ujarnya. Aku tak berkomentar banyak soal itu.

Di luar kamar, aku mendengar suara wanita yang sedang berzikir. Ini dilakukannya hingga pukul 00.00 WIB dini hari. Aku menduga suara itu milik sang punya rumah. Ia sepertinya tak bisa tidur. Maklum, ada dua Tentara Nanggroe tidur di rumahnya. Sementara pos TNI hanya berjarak ratusan meter.

Aku merasa tak enak hati. Namun kalau aku keluar kamar, sang pemilik pasti lebih khawatir lagi. Aku akhirnya memilih bertahan dalam kamar. Sedangkan Saridin tertidur pulas di sisi kananku.

Sekitar pukul 02.00 WIB, jejak kaki terdengar di dekat kamar yang kami tempati. Ada suara hentakan sepatu di luar rumah. Aku memperkirakan jumlahnya mencapai belasan orang.

“Raider,” gumamku.

Aku mencoba waspada. Kuraih senjata FN dan kuletakan dekat kepala. Siaga jika seandainya mereka menerobos masuk dalam rumah.

“Biarpun harus tewas, paling tidak ada perlawaann,” pikirku. Namun tak berapa lama, suara itu terdengar menjauh. Aku menarik nafas lega.

Sedangkan Saridin masih terlelap. Ia tertidur pulas dan seakan-akan tak ada ancaman apapun malam itu.

Malam kian larut. Namun mataku tak juga terkantuk. Suasana kian sepi dan senyap. [Bersambung]

Cerita bersambung ini karya Musa AM.

Comments

Popular posts from this blog

Mudifah atau kunjungannya anak pondok

Hari kunjungan atau yang mereka sebutkan mudifah merupakan hari yang menyenangkan bagi anak pondok pesantren, karena hari itu berbeda dari hari-hari sebelumnya. Yups, hari yang begitu special seperti lebarannya anak pondok.pada hari kunjungan mereka bisa bertemu dengan sanak family dan semua keluarga besarnya, bayangkan mulai pagi hari mereka udah mulai antri hp dipengasuhan dengan batas waktu yang ditentukan mereka lengkap memesan semua pesanan sama keluarganya, yang paling utama adalah makanan, mulai dari nasi sampai dengan makanan penutup. Yang penulis herankan, terkadang dari segoni pesanannya cuma satu  yang dimakan,padahal semua makanan yang pesan sama aja dengan makanan sehari-hari di pondok juga, ah mungkin itu bawaan dari orangtua jadi berasal paling maknyuus gitu. Mudifah kata yang tak asing bagi penghuni pondok, yang kata mereka pondok adalah penjara suci,,,banyak istilah bagi mereka anak pondok, ada yang namanya penjara suci ?? tidak  lain adalah pesantren. Jadi...

JUJUR MENUJU KEMENANGAN

Puji dan syukur marilah sama-sama kita ucapkan kehadiran Allah SWT yang senantiasa mencurahkan rahmat dan NikmatNya kepda kita semua. Allah yang telah menghiasi manusia dengan kejujuran menghiasi malam dengan bulan purnama. Shalawat dan salam marilah sama-sama kita sanjungkan kepada seorang pemuda arab,imam diwaktu sholat ,pemimpin diwaktu perang, buah hati siti aminah dan jantung hati siti khadijah. Tidak lain dan tidak bukan yakni nabi besar Muhammad SAW. Yang telah menuntut umat manusia dari alam yang salam kea lam yang benar, dari alam yang penuh kebohongan ke alam yang penuh kejujuran. Bapak dewan hakim, bapak dan ibu pendamping, teman –teman peserta lomba, dan hadirin yang saya hormati. Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan pidato dengan judul: “JUJUR MENUJU KEMENANGAN ” Tema kejujuran tengah menjadi buah bibir banyak orang. Dikoran, televise, warung kopi, ruang belajar bahkan dipasar. Kejujuran hadir dengan gaung yang membahana. Kita seakan baru mengenal k...

makalah SO3 ( sulfur trioksida)

BAB I PENDAHULUAN A.   latar belakang Sulfur trioksida murni merupakan padatan putih dengan titik leleh dan titik didih yang rendah. Sulfur trioksida bereaksi cepat dengan uap air di udara membentuk asam sulfat. Ini berarti bahwa jika kita membuatnya di laboratorium, maka akan tampak sebagai padatan dengan asap di udara (membentuk kabut asam sulfat).Terdapat bentuk polimer lainnya di mana molekul SO3 bergabung membentuk rantai panjang. Sulfur trioksida pada suhu kamar dan tekanan atmosfer adalah cairan tak bewarna yang berasap di udara. Melacak jumlah air asam sulfat dapat mengkatalis pembentukan polimer. Sulfur trioksida bereaksi hebat dengan air menghasilkan kabut dari embun asam sulfat pekat. Sulfur trioksida sendiri akan bereaksi secara langsung dengan basa membentuk sulfat. Sebagai contoh, reaksi dengan kalsium oksida membentuk kalsium sulfat. Ini seperti reaksi dengan sulfur dioksida yang telah dijelaskan di atas. Sulfur trioksida dalam keadaan gas, t...